Sekilas Tentang CPOTB / Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

Sekilas Tentang CPOTB / Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

Permintaan pasar terhadap obat tradisional seperti : jamu yang meningkat dan kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan diimbangi dengan perkembangan industri obat tradisional yang semakin banyak dan berlomba-lomba menciptakan produk dengan segala kelebihan khasiatnya.

Perusahaan pembuat obat tradisionalpun semakin hari semakin sadar untuk tetap memberikan produk yang berkualitas kepada pelanggannya, salah satunya adalah dengan menerapkan standar / sistem yang direkomendasikan. Salah satunya adalah CPOTB dimana standar ini juga sudah banyak diterapkan di beberapa perusahaan.

Nah.. kali ini kita akan belajar mengenai CPOTB atau cara pembuatan obat tradisional yang baik.

Singkatan :

CPOTB : Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik

Definisi CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik)

CPOTB merupakan peraturan dari BPOM ah nomor HK 00.05.41.380.

Nah apa saja unsur-unsur dari CPOTB ini ?

Unsur-unsur yang tertuang dalam CPOTB :

  1. Personalia
  2. Bangunan
  3. Peralatan
  4. Sanitasi dan higiene
  5. Penyiapan bahan baku
  6. Pengolahan dan pengemasan
  7. Pengawasan mutu
  8. Inspeksi diri
  9. Dokumentasi
  10. Penanganan terhadap hasil evaluasi atau pengamatan produk jadi yang beredar di pasaran, termasuk prosedur penarikan kembali atau recall.

CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan tujuan penggunaannya.

CPOTB ini diterapkan oleh industri obat tradisional (IOT), industri ekstrak bahan alam, dan juga oleh industri yang memproduksi obat herbal terstandar dan fitofarmaka.

Tujuan Penerapan CPOTB

Tujuan penerapan CPOTB antara lain adalah :

Tujuan Umum :

  1. Melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan, misalnya obat tradisional yang mengandung kontaminasi cemaran mikroba atau obat tradisional yang ternyata bahan bakunya mengandung kontaminasi logam berat.
  2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk obat tradisional Indonesia sehingga produk obat tradisional di indonesia bisa diekspor.

Tujuan Khusus : 

  1. Dipahaminya penerapan CPOTB oleh para pelaku usaha industri di bidang obat tradisional sehingga bermanfaat bagi perkembangan industri di bidang obat tradisional.
  2. Diterapkannya CPOTB secara konsisten oleh industri di bidang obat tradisional.

CPOTB merupakan bagian dari manajemen mutu dan manajemen mutu itu sendiri merupakan fungsi manajemen yang menetapkan dan mengimplementasikan Kebijakan mutu, yang meliputi :

  • Quality system
  • Quality assurance
  • Good Manufacturing Practice dalam hal ini adalah CPOTB dan Quality Control.

Ketika seluruh komponen diatas dilaksanakan dengan baik maka kita bisa mendapatkan manajemen mutu yang baik pula.

Bahan dalam CPOTB

cara membuat obat tradisional

Apa sih yang dimaksud dengan bahan dalam CPOTB dan apa saja jenisnya?

Ada beberapa jenis bahan yang tertuang di CPOTB :

  • Bahan awal

Bahan awal ini merupakan bahan baku dan bahan pengemas.

Bahan baku bisa berupa bahan aktif (bisa berupa simplisia atau bisa juga berupa ekstrak) dan bahan tambahan.

  • Bahan Pengemas

Merupakan semua bahan untuk pengemasan produk ruahan menjadi produk jadi, mulai dari botol kaca untuk sirup, botol plastik untuk kapsul, aluminium foil, dus kemasan untuk tablet, dll.

Produk Dalam CPOTB

Ada beberapa jenis atau kategori produk dalam CPOTB :

  • Produk antara

Produk antara adalah bahan atau campuran bahan yang masih memerlukan satu atau lebih tahap pengolahan lebih lanjut untuk menjadi produk ruahan.

Contohnya :

    1. Granul yang sudah siap dan akan masuk ke mesin tablet dan akan dicetak menjadi tablet.
    2. Serbuk yang sudah siap / sudah diuji IPC nya dan akan masuk kedalam kapsul.
    3. Cairan sirup yang masih ada di tangki ukuran besar dan harus masuk kedalam botol kemasan yang 100 mili / 60 mili
  • Produk Ruahan

Produk ruahan adalah bahan atau campuran bahan yang telah selesai diolah yang masih memerlukan tahap pengemasan untuk menjadi produk.

Contoh :

    1. Tablet yang sudah keluar dari mesin cetak yang jumlahnya ada banyak.
    2. Kapsul yang sudah keluar dari mesin pengkapsulan.
    3. Produk ruahan tinggal masuk ke dalam kemasan primer.
  • Produk Jadi

Produk jadi adalah produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan obat tradisional.

Produk jadi ini merupakan produk ruahan yang sudah masuk ke dalam kemasan primer, dan sudah masuk ke dalam kemasan sekunder.

Baca Juga : Kemasan Primer, Kemasan Sekunder, dan Kemasan Tersier

Proses dalam CPOTB

Proses pada CPOTB ini meliputi beberapa hal yaitu :

  • Pembuatan

Pembuatan adalah seluruh rangkaian kegiatan dari pengadaan bahan baku, penyiapan, pengolahan, pengemasan, pengawasan mutu sampai diperoleh produk jadi yang siap didistribusikan.

  • Produksi

Produksi adalah semua kegiatan pembuatan dimulai dari pengadaan bahan awal termasuk penyiapan bahan baku, pengolahan, sampai dengan pengemasan untuk menghasilkan produk jadi.

  • Pengolahan

Pengolahan adalah seluruh rangkaian kegiatan mulai dari penimbangan bahan baku sampai dengan dihasilkan produk ruahan.

  • Pengemasan

Pegemasan adalah mewadahi, membungkus, memberi etiket atau kegiatan lain yang dilakukan terhadap produk ruahan untuk menghasilkan produk jadi.

  • Pengawasan

Pengawasan merupakan pemeriksaan dan pengujian yang ditetapkan dan dilakukan dalam suatu rangkaian proses produksi, termasuk pemeriksaan lingkungan dan peralatan dalam rangka menjamin bahwa hasil produk jadi memenuhi spesifikasi.

  • Pengawasan mutu atau Quality Control

Semua upaya pemeriksaan dan pengujian selama pembuatan untuk menjamin agar obat tradisional yang dihasilkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Quality control berada mulai dari proses awal / pengadaan bahan baku obat hingga ke proses akhir / pengemasan. Misalnya pada saat pembelian bahan baku obat, maka bahan baku tersebut harus disampling terlebih dahulu.

  • Sanitasi

Semua upaya untuk menjamin kebersihan, sarana pembuatan, personil, peralatan dan bahan yang digunakan.

  • Dokumentasi

Dokumentasi adalah catatan tertulis tentang formula, prosedur, dan catatan tertulis lainnya yang berhubungan dengan pembuatan obat tradisional. Apa saja yang telah dilaksanakan, siapa yang melaksanakan, kapan dilaksanakan dan kapan selesainya.

  • Verifikasi

Verifikasi adalah suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa setiap bahan, perlengkapan, prosedur yang digunakan dalam pembuatan obat senantiasa mencapai hasil yang diinginkan.

  • Inspeksi diri

Kegiatan yang dilakukan untuk menilai semua aspek CPOTB mulai dari pengadaan bahan sampai dengan pengemasan dan penetapan tindakan perbaikan yang dilakukan oleh personel industri obat tradisional sehingga seluruh aspek pembuatan obat tradisional alam industri obat tradisional tersebut selalu memenuhi CPOTB.

Istilah Dalam Produksi

cpotb adalah

Ada beberapa istilah dalam proses produksi antara lain :

  • Bets

Adalah sejumlah produk obat tradisional yang diproduksi dalam 1 siklus pembuatan sehingga mempunyai sifat dan mutu yang seragam.

  • Lots

Adalah bagian tertentu dari suatu bets yang memiliki sifat dan mutu yang seragam dalam batas yang telah ditetapkan.

Misalnya : kita memproduksi sirup . Dimana dalam 1 bets rencananya akan di produksi 10 liter sirup.

Namun ternyata tangki yang ada di pabrik mempunyai kapasitas maksimum 5 liter. Sehingga otomatis harus dibagi menjadi 2, masing-masing 5 liter.

Jadi dalam 1 Bets tetap memproduksi 10 liter sirup namun prosesnya dibagi 2.

Nah proses yang dibagi 2 ini adalah yang disebut dengan lots.

  • Nomor Bets dan Lots

Adalah suatu rancangan nomor dan satu huruf yang menjadi tanda riwayat suatu bets atau lots secara lengkap termasuk pemeriksaan dan distribusinya.

  • Karantina

Adalah status suatu bahan atau produk yang dipisahkan baik secara fisik maupun secara sistem, sembari menunggu keputusan kelulusan atau penolakan untuk diproses, dikemas, atau didistribusikan.

Misalnya : kita membeli ekstrak sambiloto, maka sebelum ekstrak sambiloto tersebut digunakan untuk proses produksi maka ekstrak sambiloto tersebut harus disampling terlebih dahulu kemudian dicek apakah sesuai spesifikasi yang telah ditentukan atau tidak.

Nah selama belum keluar keputusan dari pihak quality control (QC) maka bahan baku tersebut akan dikarantina / ditahan. Jika sudah keluar hasilnya dan hasil sesuai dengan spesifikasi baru bahan baku tersebut akan dikeluarkan untuk dipakai proses produksi.

Baca Juga : Metode Pengambilan Sampel Bahan Baku Pada Industri Farmasi

  • Diluluskan / Released

Adalah bahan atau produk yang boleh digunakan untuk proses produksi setelah melalui tahapan quality control.

  • Kalibrasi

Kombinasi pemeriksaan dan penyetelan instrumen agar memenuhi syarat batas keakuratan menurut standar yang diakui.

  • Produk kembalian

Adalah produk yang dikembalikan dari semua mata rantai distribusi ke pabrik.

  • Penarikan kembali

Adalah kegiatan menarik kembali produk dari semua mata rantai distribusi karena ditemukan adanya laporan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan penandaan atau adanya efek yang merugikan kesehatan.

  • Keluhan

Adalah suatu pengaduan dari pelanggan atau konsumen mengenai mengenai kualitas, kuantitas dan khasiat serta keamanan dari produk obat yang kita produksi

I. Personalia

Persyaratan personil dalam CPOTB antara lain :

  • Mempunyai pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya. Misalnya : Seorang manajer quality control makaharus paham betul terkait dengan instrumen, validasi, dll.
  • Personalia ini harus tersedia dalam jumlah yang cukup sehingga beban kerja yang tidak terlalu besar.
  • Sehat dan mampu menangani tugas yang dibebankan kepadanya.
  • Organisasi, kualifikasi dan tanggung jawab yang jelas.
  • Pelatihan secara berkala

II. Bangunan

Persyaratan bangunan dalam CPOTB adalah :

  • Harus bisa menjamin aktivitas industri dapat berlangsung dengan aman.
  • Lokasinya itu terhindar dari pencemaran serta tidak mencemari lingkungan.
  • Harus diperhatikan juga terkait dengan higienitas dan sanitasi
  • Memiliki rancangan, ukuran, dan konstruksi yang memadai.
  • Ruangan-ruangan pembuatan yang rancang bangun dan luasnya harus sesuai dengan bentuk, sifat dan jumlah produk yang akan dibuat, jenis, dan jumlah peralatan yang digunakan, jumlah karyawan yang bekerja serta fungsi ruangan. Misalnya : Jangan sampai ruangan pembuatan tablet salut dijadikan satu dengan ruangan tablet sirup.

Ada berbagai macam jenis ruangan yang tertulis di CPOTB yaitu :

  • Ruangan atau tempat administrasi
  • Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia yang baru diterima dari pemasok
  • Tempat sortasi
  • Tempat pencucian
  • Ruangan, tempat atau alat pengeringan
  • Ruangan atau tempat penyimpanan simplisia termasuk bahan baku lainnya yang telah diluluskan.
  • Tempat penimbangan
  • Ruangan pengolahan
  • Ruangan atau tempat penyimpanan produk antara dan produk ruahan
  • Ruangan atau tempat penyimpanan bahan pengemas
  • Ruangan atau tempat pengemasan
  • Ruangan atau tempat penyimpanan produk jadi termasuk karantina produk jadi
  • Laboratorium atau tempat pengujian mutu
  • Toilet
  • Ruangan atau tempat lain yang dianggap perlu

Untuk pengolahan pada proses produksi pun ini ruangannya dibagi-bagi lagi, misalnya :

  • Ruang granulasi
  • Ruang cetak tablet
  • Ruang couting
  • Ruang mixing
  • Ruang filling

Persyaratan Ruangan pada CPOTB

  • Sesuai dengan urutan proses pembuatan.

Pabrik yang menerapkan CPOTB ruangannya sesuai urutan mulai dari :

Penerimaan bahan baku >> ruang karantina >> ruang penimbangan >> ruangan blending atau mixing >> ruang granulasi (untuk produk granul) / ruang tablet >> ruang QC termasuk ruang untuk personilnya misalnya untuk ganti baju kemudian toilet.

Urutan ruangan diatas harus benar-benar dipikirkan untuk dapat disusun secara berurutan dan tidak boleh menimbulkan kontaminasi silang.

Misalnya :

    • Jangan sampai ruang mixing atau ruang pencampuran letaknya dilewati bolak-balik oleh personil yang dapat memperbesar kontaminasi silang.
    • Ruang mixing ada di depan sedangkan ruang penerimaan bahan bakunya di belakang sehingga jika ada aktifitas penerimaan bahan baku lewat ruang mixing terlebih dahulu, hal ini juga tidak diperbolehkan.
  • Luas ruangan

Luas ruang kerja harus disesuaikan dengan bentuk sediaan, cara, dan kapasitas produkis, jenis dan ukuran peralatan serta jumlah karyawan.

  • Ruangan pengolahan tidak boleh digunakan untuk lalu-lintas umum
  • Mempunyai sarana pembuangan
  • Permukaan bagian dalam setiap ruangan rata, bebas retak, dan mudah dibersihkan.

Ruang Penyimpanan

  • Ruang penyimpanan harus cukup luas, terang, dan memungkinkan bahan dan produk jadi dalam keadaan kering, bersih, dan teratur.
  • Ruang penyimpanan antara lain yaitu ruanga penyimpanan :
    1. Bahan baku
    2. Bahan tambahan
    3. Produk jadi yang siap didistribusi
  • Pada ruang penyimpanan antara bahan yang mudah terbakar, bahan yang volatil dan non volatil ini harus dipisahkan.

Ruang Pengolahan dan Pengemasan primer

Persyaratan ruang pengolahan dan pengemasan primer adalah :

  • Dinding-dinding dan lantai harus rata, bebas dari keretakan.
  • Sudut pertemuan antara dinding dan lantai bentuknya harus melengkung dan tidak boleh lancip supaya mudah untuk dibersihkan.
  • Ruangan pengolahan dan penyimpanan untuk sediaan harus diatur kelembabannya.
  • Ruangan penggilingan misalnya pembuatan serbuk simplisia harus ada dust collector nya untuk membersihkan debu.
  • Jendela dan pintu di ruang pengolahan hendaklah dibuat dari bahan yang tahan lama, permukaannya rata dan mudah dibersihkan.

Laboratorium

  • Biasanya adalah ruang Quality control (QC) menyesuaikan tergantung dari kebutuhan masing-masing industri. Jadi ada industri yang laboratoriumnya untuk instrumen quality control saja namun ada juga industri yang lebih lengkap sampai terdapat laboratorium mikrobiologi, misalnya : disertai dengan adanya mikroskop, dll.

Baca juga : Bagian-Bagian Mikroskop

  • Laboratorium hendaklah dilengkapi dengan fasilitas yang memadai sehingga dapat melakukan kegiatan pengujian mutu.
  • Jika disamping laboratorium kimia fisika juga memiliki laboratorium farmakologi dan atau laboratorium mikrobiologi maka laboratorium-laboratorium tersebut handaklah terpisah satu sama lain.

III. Peralatan

Peralatan ini meliputi :

  • Rancang bangunan konstruksi
    1. Tidak boleh menimbulkan serpihan
    2. Alat itu harus dikalibrasi secara berkala
    3. Tidak boleh menggunakan filter asbes
    4. Bahan pelumas, AC, Air humidifier tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang akan diolah menjadi obat
    5. Peralatan itu harus disesuaikan dengan sediaan yang akan dibuat, tentu saja peralatan untuk sebelum buat sediaan pil, kapsul, tablet pasti berbeda-beda

 

  • Pemasangan dan Penempatan
    1. Penempatan peralatan harus diperhatikan terkait dengan saluran air, saluran uap, udara bertekanan harus ditempatkan di lokasi yang mudah ditangani.
    2. Tangki, pipa uap / pendingin diberi isolasi
    3. Pipa uap bertekanan tinggi >> perangkap uap.

Ada beberapa jenis peralatan antara lain :

Peralatan untuk proses preparasi

  • Mesin pencucian / mesin pensortiran
  • Mesin pengering -> Simplifia, produk antara, produk ruahan
  • Mesin pembuat serbuk -> Untuk simplifia
  • Mesin pengayak
  • Mesin pengaduk
  • Alat penimbang terkalibrasi
  • Alat perajang -> Simplifia menjadi rajangan
  • Peralatan bentuk sediaan serbuk -> Mesin pengisi / penakar -> Menjamin keseragaman -> Bobot rata-rata serbuk adalah 10 wadah < 8 %.

Peralatan pengolahan bentuk sediaan pil

  • Mesin pembuaat adonan pil
  • Mesin pembuat pil bulat dengan berat seragam
  • Mesin penyalut
  • Mesin pengering
  • Mesin pengemas primer

Peralatan pengolahan bentuk sediaan cair

  • Mesin pengaduk campuran bahan -> Sedian cair yang homogen
  • Mesin penyaring
  • Mesin pengisi cairan -> Volume sediaan seragam setiap kemasan
  • Perbedaan volume cairan tiap wadah terhadap rata-rata 10 kemasan / wadah : 5 %
  • Alat pembuat cairan obat rute per oral terpisah dengan rute topikal.

Peralatan Pengolahan Bentuk Sediaan Sediaan Padat, Parem, Pill

  • Mesin pembuat masa -> Sediaan padat yang seragam
  • Mesin pencetak
  • Mesin pengering
  • Mesin pengemas primer
  • Peralatan pengolahan bentuk sediaan tablet / kapsul

Peralatan Pengolahan Bentuk Sediaan Tablet

  • Alat ekstraksi
  • Mesin Pencampur
  • Mesin Granul
  • Mesin pencetak tablet
  • Mesin pengemas primer

Peralatan pengolahan bentuk sediaan kapsul

  • Alat ekstraksi
  • Mesin pencampur
  • Mesin granulasi
  • Mesin pengisi kapsul
  • Mesin pengemas primer

Peralatan Pengolahan Bentuk Sediaan Semisolid

  • Mesin pembuat adonan dodol / setengah padat
  • Alat pencetak / Pemotong
  • Mesin pengemas primer
  • Peralatan pengolahan bentuk sediaan salep krim

Peralatan Pengolahan Bentuk Sedian Salep / Krim

  • Mesin pencampur
  • Mesin pengisi salep / krim -> dengan bobot yang seragam setiap wadah
  • Perbedaan / selisih bobot per salep / krim tiap wadah terhadap bobot rata-rata 10 isi wadah < 5%

Peralatan laboratorium

Peralatan laboratorium biasanya ada di departemen QC dimana alat tersebut :

  • Sesuai dengan pengujian bentuk sediaan / produk yang dibuat
  • Peralatan standar, timbangan digital, mikroskop, gelas kimia, dll
  • Baca Juga : Gelas Kimia
  • Literatur / Manual book, contoh farmokope indonesia, dll
  • SOP / Instruksi Kerja setiap instrumen
  • Kalibrasi secara berkala sesuai jadwal
  • Instrumen membutuhkan penanganan khusus disediakan ruangan tersendiri
  • Tersedia pancuran air dan pencuci anggota badan
  • Laboratorium mikrobiologi, Autoclave, laminar air flow, mikroskop, lemari pendingin dll.

IV. Sanitasi dan Hygiene

Sanitasi dan higienitas ini terkait dengan personalia dan ruangan.

Personalia

Penerapan hygiene perorangan dengan mencuci tangan, penutup rambut, sarung tangan, masker, dan pakaian kerja.

Menghindari bersentuhan langsung dengan bahan baku, produk antara, dan ruahan.

Ruangan

  • Selalu tersedia tempat cuci tangan
  • Ruangan dibersihkan sesuai dengan prosedur
  • Penyiapan makanan harus di ruang terpisah
  • Insektisida, rodentisida, bahan fumigasi dan bahan pembersih tidak boleh mencemari alat, bahan baku, produk ruahan dan antara.

Peralatan

  • Proses sanitasi peralatan tidak boleh ada pencemaran peralatan oleh bahan pembersih. Misalnya membersihkan peralatan dengan deterjen tertentu dan setelah dibersihkan tidak boleh ada residu deterjen tersebut.
  • Setelah alat dibersihkan maka akan dilakukan apa namanya test swab untuk mengetahui masih ada residu cairan pembersih atau tidak pada peralatan ini.
  • Sebelum alat digunakan dan peralatan yang telah digunakan terus dibersihkan dijaga dan disimpan dalam kondisi bersih .
  • Peralatan yang dapat dipindah maka pembersihan dan penyimpanannya tidak dilakukan di ruang pengolahan. Misalnya : mesin pengisi kapsul ternyata bisa dipindah-pindahkan / portable maka ketika membersihkan mesin pengisi kapsul ini tidak boleh di ruang pengolahan / harus di ruang tersendiri.

V. Penyiapan Bahan Baku

  • Bahan baku harus memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia. Jadi bahan baku yang kita pesan spesifikasinya harus memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia (FHI).
  • Pada saat menerima bahan baku, pertama kali harus dilakukan pemeriksaan organoleptik kemudian diberi label beli dimana, nama daerahnya, nama latinnya, tanggal diterima, dan distributor atau pemasoknya.
  • Kemudian dicatat di kartu stok : nama, tanggal diterima, berapa banyak dan pada saat ada pengambilan juga ditulis pengeluarannya seberapa banyak yang diambil untuk proses produksi.
  • Bahan baku yang lolos pemeriksaan mutu dan tidak langsung dipakai maka dia harus disimpan dalam wadah tertutup dan diberi label.
  • Jadi bahan baku yang baru datang itu harus dikarantina terlebih dahulu, Setelah lolos pemeriksaan oleh QC (quality control) baru dimasukan ke ruang penyimpanan untuk dilanjutkan pada atau digunakan pada proses produksi berikutnya.
  • Label untuk bahan baku yang baru datang dan bahan yang lolos pemeriksaan mutu harus berbeda warna, sehingga bisa dibedakan apakah bahan baku tersebut sudah lolos / masih dalam proses sampling, dll.

Baca Juga : Peraturan dalam Membuat Label Kemasan

  • Pengeluaran dilakukan oleh petugas yang ditunjuk dengan sistem FIFO atau FEFO.
  • Semua bahan baku yang tidak memenuhi syarat itu ditandai dengan jelas, disimpan, dan menunggu tindakan yang lebih lanjut apakah mau dikembalikan ke suppliernya atau mau diapakan.

VI. Pengolahan dan Pengemasan

pengolahan dan pengemasan

  • Pada pengolahan dan pengemasan ini ada tahapan verifikasi yang tujuannya adalah untuk memastikan bahwa proses pengolahan senantiasa menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan.
  • Setiap proses dilakukan tindakan pembuktian ulang secara periodik.
  • Hal yang harus diwaspadai pada pengolahan dan pengemasan adalah adanya pencemaran baik pencemaran oleh bahan fisika, kimia, jasad renik atau bakteri, logam berat, khamir, kapang, kuman non patogen, dll baik yang berpengaruh langsung terhadap kesehatan maupun yang tidak berpengaruh langsung pada kesehatan.
  • Sistem penomoran kode produksi harus dibuat sedemikian rupa sehingga bisa diidentifikasi nomor bets / lots secara lengkap.
  • Penomoran untuk produk antara, produk ruahan, dan produk jadi itu harus diberi nomor dan tidak boleh ada nomor / kode produksi yang sama.
  • Pencatatan kode produksi harus meliputi tanggal pemberian nomor, identitas produk, dan besarnya bets bersangkutan.
  • Pada Penimbangan dan penyerahan harus dipastikan timbangan sudah dikalibrasi
  • Setiap mengambil atau bahan datang harus ditulis dari kartu stok.
  • Penimbangan dan pengukuran bahan ini harus dilakukan oleh 2 orang / di kroscek.

Pengolahan

  • Persyaratan umum sebelum pengolahan harus dicek kondisi ruangan, peralatan, prosedur dan bahan
  • Karyawan / personil harus menggunakan alat pelindung diri lengkap
  • Wadah untuk produk ruahan dan produk antara harus bersih dan aman
  • Pengolahan beberapa produk dalam satu ruangan sebisa mungkin dihindari
  • IPC dari produk antara dan produk ruahan setiap bets harus dicatat dan dicocokkan dengan spesifikasi yang berlaku.

Pengolahan Bentuk Serbuk

    • Untuk pengolahan bentuk serbuk maka didalam ruangannya harus dilengkapi dengan dust collector / penghisap debu yang pembuangannya di lokasi yang tepat untuk mencegah pencemaran terhadap produk, karyawan, dan lingkungan.
    • Harus diperhatikan juga adanya cemaran dari serpihan logam, kaca, dan batu dari peralatan.
    • Karyawan harus menggunakan masker dan penutup kepala.

Penyarian / Ekstraksi

    • Metode yang digunakan adalah monografi / buku resmi / terstandar misalnya : ekstraksinya menggunakan pelarut apa, selama berapa lama,
    • kita usahakan mencari terlebih dahulu di monografi. Jika di monografi tersebut tidak ada maka baru kita cari di jurnal.

Pengolahan Bentuk Cairan, Krim dan Salep

    • Harus terlindung dari jasad renik dan pencemaran lain yang tidak melebihi batas
    • Jaringan pipa untuk mengalirkan bahan baku atau produk ruahan harus mudah dibongkar dan dibersihkan.

Pengolahan Bentuk Pil dan Tablet

    • Pembuatan suspense granul basah harus terhindar dari risiko cemara jasad renik.
    • Bahan pelumasnya harus tidak toksik
    • Menghindari campur aduk produk antara dilakukan dengan pengendalian fisik, prosedur, dan pelabelan.
    • Alat timbang untuk memantau berat sediaan selama IPC
    • Sediaan yang diambil tidak boleh dikembalikan.
    • Sedaan yang ditolak harus diberi label (Status, jumlah, dan tindak lanjut).
    • Udara ke dalam mesin penyalut harus bersih.
    • Pencampuran larutan penyalut harus minimal risiko kontaminan.

Pengolahan Bentuk Kapsul

    • Penyimpanan kapsul kosong di tempat kering dan tidak lembab.
    • Pengisian kapsul harus secara bersih dan higienis dan terhindar dari kontaminan.

Pengolahan Bentuk Sed iaan Padatan (Parem, tapel, Pilis)

    • Bahan atau campuran hendaklah memiliki derajat kehalusan yang cukup jika dioleh tidak merusak kulit.
    • Pencampuran dan pengadukan bahan menjadi adonan sediaan padat dilakukan dengan alat yang higienis.
    • Pembuatan larutan suspense harus minimal risiko pencemaran.

Pengemasan

Yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah :

  • Kebenaran dari identitas produk ruahan. jadi jangan sampai mengemas produk ruahan yang salah.
  • Proses pengemasan harus sesuai dengan instruksi yang benar.
  • Wadah yang diserahkan ke bagian pengemasan harus dalam kondisi bersih dan benar.
  • Kemasan antara satu produk dengan produk yang lain itu harus bisa dibedakan Jadi jangan sampai kemasannya sama persis.
  • Produk yang bentuknya hampir sama tidak boleh dikemas secara berdampingan.
  • Bahan pengemas yang berlebih dikembalikan ke pimpinan bagian pengemasan.
  • Produk yang selesai dikemas dan diperiksa dikarantina dulu kemudian QC akan mengambil sampling dicek dulu evaluasi produk akhir. Jika bagian QA ini memutuskan Oke lolos. maka produk siap didistribusikan ke masyarakat atau ke konsumen .

Penyimpanan

  • Penyimpanan bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk harus disimpan secara teratur dan rapi serta tidak boleh saling mencemari antara satu dengan yang lain.
  • Label identitasnya harus jelas dan sistem pendistribusian yang digunakan adalah FIFO.

VII. Pengawasan Mutu

  • Pengawasan mutu dilakukan terhadap bahan baku, bahan pengemas, proses pembuatan produk antara, produk ruahan, dan produk jadi dan pada pengawasan mutu itu dilakukan pemeriksaan dan pengujian secara berkala.
  • Tugas pokok dari pengawasan mutu dalam menyusun prosedur pengawasan mutu atau SOP, menyimpan contoh pertinggal sebagai rujukan di masa mendatang, meluluskan atau menolak bahan baku, meneliti catatan yang berhubungan dengan pengolahan pengemasan dan pengujian produk jadi sebelum meluluskan distribusi.
  • Jadi sebelum produk jadi atau obat tersebut didistribusikan maka obat tersebut dievaluasi terlebih dahulu catatan produk akhirnya.
  • Pada saat evaluasi akhir tersebut dokumen-dokumen yang terkait dengan proses pembuatan obat itu harus ditelusuri, dikumpulkan, mulai dari penimbangan, proses pencampuran, kemudian kalau tablet misalnya proses granulasi, proses pencetakan, proses pengemasan.
  • Hal-hal tersebut ditelusur semua dokumennya sudah sesuai atau belum.
  • Jika sudah sesuai baru produk tersebut akan dilepas dan distribusikan ke konsumen.

VIII. Inspeksi diri

  • Inspeksi diri bertujuan untuk melakukan penilaian apakah seluruh aspek pengolahan, pengemasan, dan pengendalian mutu selalu memenuhi CPOTB.
  • Inspeksi diri dilakukan secara teratur dan dilakukan oleh tim inspeksi diri.
  • Inspeksi diri dilakukan untuk semua kriteria CPOTB mulai dari personalia, bangunan, penyimpanan bahan baku, peralatan pengolahan, pengawasan mutu, dokumen dan pemeliharaan gedung, dan peralatan.
  • Tim inspeksi diri bisa beranggota dari lingkungan perusahaan atau dari luar perusahaan dan orang yang melakukan inspeksi diri itu harus paham tentang CPOTB.
  • Biasanya inspeksi secara menyeluruh dilakukan setahun sekali kemudian jika ada yang kurang, maka harus dilakukan tindak lanjut dari rekomendasi yang diberikan.

IX. DOKUMENTASI

  • Sistem dokumentasi menggambarkan riwayat lengkap dari tiap bets suatu produk.
  • Persyaratan dari dokumentasi harus dirancang dan dibuat dengan teliti, harus mencatat seluruh kegiatan mulai dari penimbangan, pengolahan, pengawasan, pengemasan, pengawasan mutu, pemeliharaan, pencucian, dan setiap perubahan dokumen harus disahkan oleh perusahaan.
  • Dokumen yang tidak berlaku harus segera ditarik dan diganti dengan dokumen yang baru.
  • Setiap dokumen dilengkapi tanggal, tanda tangan petugas pembuat dokumen, dan jabatan.

Jenis Dokumen

  • Dokumen spesifikasi meliputi : spesifikasi bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, dan produk jadi. Isi dari dokumen spesifikasi ini adalah kriteria atau spesifikasi dari bahan baku, produk ruahan, produk antara, produk jadi, dan bahan pengemas.
  • Dokumen produksi induk, standar setiap produk yang akan dibuat.
  • Catatan pengolahan bets : catatan proses pengolahan produk mulai dari penimbangan bahan baku sampai dihasilkan produk ruahan tiap bets.
  • Catatan pengemasan bets : menunjukkan setiap langkah pengemasan yang telah diselesaikan.
  • Dokumen pengawasan mutu : prosedur pengambilan sampel uji, metode uji, laporan hasil uji, sertifikat analisis.
  • Dokumen penyimpanan dan distribusi : kartu persediaan dan catatan distribusi.
  • Dokumen pemeliharaan, pembersihan ruang dan alat.
  • Prosedur dan catatan tentang inspeksi diri.
  • Pedoman dan catatan pelatihan CPOTB bagi personalia.

X. Penanganan Terhadap Hasil Pengamatan Produk Jadi Di Peredaran

produk recall

Penanganan terhadap keluhan

  • Keluhan bisa terkait dengan kualitas, stabilitas, atau efek samping.
  • Jika ada keluhan maka harus dibuat catatan tertulis kemudian ditangani oleh bagian yang bersangkutan, dan dilakukan penelitian dan evaluasi.

Tindak lanjut

Tindak lanjut dapat berupa tindakan perbaikan / penarikan kembali bets dari produk yang bersangkutan, atau bisa juga pencatatan dan hasil dari tindakan tersebut harus dicatat dan dilaporkan ke pejabat pemerintah yang berwenang.

Penarikan kembali produk

  • Penarikan kembali satu / beberapa bets atau seluruh produk tertentu dari semua mata rantai distribusi.
  • Ditemukan adanya produk yang tidak memenuhi persyaratan atas dasar pertimbangan adanya efek yang tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan.

Keputusan penarikan kembali produk

  • Bisa dilakukan atas prakarsa produsen sendiri atau instruksi instansi pemerintah yang berwenang.
  • Merupakan tanggung jawab dari apoteker penanggung jawab teknis dan pimpinan perusahaan.
  • Dapat berupa penarikan kembali satu atau beberapa bets atau seluruh produk yang bersangkutan.

Sertifikasi CPOTB

Sertifikasi CPOTB hanya berlaku untuk satu bentuk sediaan. Jadi jika pabrik memproduksi kapsul, tablet, sirup, pil, krim maka sertifikasi CPOTB nya juga ada beberapa :

  • Sertifikasi CPOTB kapsul
  • Sertifikasi CPOTB tablet
  • Sertifikasi CPOTB sirup
  • dst

Semoga bermanfaat

Referensi :

www.pom.go.id/new/

Kuliah CPOTB

Sekilas Mengenai Klausul 6 SNI ISO 9001 Tentang Perencanaan

Sekilas Mengenai Klausul 6 SNI ISO 9001 Tentang Perencanaan

Masih membahas mengenai seputar sistem manajemen mutu sesuai standar SNI ISO 9001 : 2015 karena memang standar ini bisa dikatakan paling umum diterapkan di perusahaan. Kali ini kita akan membahas mengenai persyaratan perencanaan dalam standar tersebut atau tepatnya di klausul 6 ISO 9001 dimana klausul ini adalah klausul pertama yang secara langsung terkait dengan siklus PDCA atau Plan Do Check Action.

Klausul 6 ISO 9001 : 2015 didalamnya terdapat tiga sub klausul, yaitu :

  • Klausul 6.1 Risiko dan peluang
  • Klausul 6.2 Sasaran mutu dan perencanaan untuk mencapainya
  • Klausul 6.3 Perubahan perencanaan

Yuk.. kita pelajari bersama untuk penjelasannya..

Risiko dan Peluang

Jika di artikel sebelumnya kita belajar mengenai klausul 4 tentang proses identifikasi isu internal dan eksternal dalam suatu konteks organisasi, nah di klausul 6.1 inikita akan melakukan identifikasi risiko dan peluang operasional yang berpengaruh terhadap sistem manajemen mutu.

Risiko dan peluang menurut ISO 9001 : 2015 adalah konsep ketidakpastian dimana risiko bersifat negatif sedangkan peluang bersifat positif.

Secara umum terdapat 4 kegiatan utama dalam pengendalian risiko dan peluang, yaitu :

  • Identifikasi risiko dan peluang itu sendiri.

Di tahap ini organisasi perlu mengidentifikasi proses bisnis mana yang memiliki risiko atau peluang sehingga kita dapat mengetahui risiko atau peluang apa saja yang ada di dalam setiap unit operasi.

  • Analisis risiko dan peluang

Seluruh aspek risiko dan peluang dianalisis dengan cara melakukan kategorisasi seberapa tinggi suatu risiko atau seberapa menjanjikan peluang yang ada.

Hal yang perlu diingat adalah untuk menganalisis tingkat resiko atau peluang umumnya dilakukan dengan memperkirakan hubungan antara kemungkinan dan dampak jika resiko atau peluang tersebut terjadi atau tereksekusi.

  • Pengendalian risiko atau rencana eksekusi peluang

Berdasarkan kategorisasi yang dibuat di tahapan analisis risiko dan peluang maka disusunlah rencana tindakan untuk mengendalikan risiko atau mengeksekusi peluang yang ada.

  • Evaluasi efektivitas

Setelah pengendalian dilakukan maka kita harus menentukan bagaimana pengendalian risiko atau rencana eksekusi peluang tersebut dievaluasi.

Contoh kasusnya

Sebuah perusahaan PT. ABC yang bergerak di bidang produsen biskuit, misalnya di area gudang produk jadi. Nah.. kita cari risiko apa yang ada di area gudang tersebut yang terkait dengan sistem manajemen mutu khususnya untuk produk?

risiko dampak kali kemungkinan

Misalnya :

  • Risiko kemasan produk yang terjatuh dan memungkinkan produk rusak.

Di tahapan ini kita sudah melakukan identifikasi risiko.

  • Kemudian kita lanjutkan analisis risikonya…

Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwa :

Risiko adalah hubungan antara kemungkinan dan dampak.

    • Dalam skala 1 s/d 5 berapa tingkat kemungkinan kemasan produk terjatuh?

Misalnya 4, karena jalur forklift atau mesin pengangkat barang cukup sempit

    • Kemudian dalam skala 1 s/d 5 seberapa parah kerusakan yang terjadi jika ada kemasan yang terjatuh?

Misalkan 3, karena tumpukan produk tidak disusun terlalu tinggi, jadi hanya sedikit produk yang akan terdampak jika ada produk yang terjatuh.

Sehingga dari hal diatas, kita dapat angka 4 untuk kemungkinan dan 3 untuk dampak.

Rumus penilaian risiko adalah dengan mengkalikan kemungkinan dengan dampak :

Sehingga 4 x 3 = 12

Maka secara keseluruhan kita akan punya rentang angka resiko mulai dari 1 s/d 25

Kemudian kita bisa buat kategori risiko berdasarkan angka tersebut, misalkan :

    1. Risiko rendah untuk angka 1 s/d 10
    2. Risiko sedang untuk angka 11 s/d 20
    3. Risiko tinggi untuk angka 21 s/d 25
  • Tahap selanjutnya adalah menentukan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengendalikan risiko tersebut. Tindakan ini tentunya harus bersifat mengurangi kemungkinan atau mengurangi dampak dari risiko yang sudah diidentifikasi.

Tindakan pengendalian / proses manajemen risiko harus proporsional terhadap resiko yang ada

Contohnya :

Untuk risiko di atas dapat dilakukan dengan cara menambahkan pengaman pada kemasan yang ditumpuk.

  • Pada tahapan akhir kita tinggal menentukan bagaimana cara mengevaluasi kinerja pengaman yang sudah dipasang sepada kemasan produk tersebut.

Kurang lebih seperti diatas untuk hal risiko. Mungkin teman-teman ada yang bertanya, kenapa jarang yang membahas mengenai peluang?

Hal ini dikarenakan pada umumnya mengidentifikasi peluang itu lebih sulit daripada mengidentifikasi risiko, sebab kita perlu wawasan dan pengetahuan tentang peluang itu sendiri.

Peluang itu dapat berupa adopsi praktek baru, implementasi teknologi baru, peluncurkan produk baru, pembukaan pasar baru atau bekerjasama dengan pihak lain.

Kembali ke contoh tindakan untuk mengatasi risiko diatas, dimana disebutkan bahwa jalur forklift relatif sempit. Nah selama ini forklift itu alat yang dioperasikan oleh operator yang memungkinkan terjadinya human error.

Maka peluangnya dapat dengan mengganti forklift biasa dengan forklift otomatis untuk mengurangi kesalahan operasional dari operator.

Sasaran Mutu

sasaran mutu

Apa sih pengertian sasaran mutu itu?

Sasaran mutu adalah target capaian kinerja sistem. Target tersebut harus tercermin dalam setiap unit operasional dalam perusahaan.

Sebuah sasaran atau target mutu haruslah terukur. Target tersebut harus dapat diukur sebab kita akan sulit meningkatkan sesuatu yang tidak terukur.

Sasaran mutu harus memperhitungkan persyaratan yang berlaku. Misalnya : terkadang ada syarat atau peraturan tertentu yang harus dipatuhi baik dalam operasional maupun pada produk itu sendiri.

Contohnya : nilai uji tarik untuk produk besi pada kebutuhan konstruksi bangunan / persyaratan uji kuat tekan beton, dll Maka sasaran mutu dapat berupa standar minimum nilai uji tersebut.

Sasaran mutu harus relevan dengan peningkatan kepuasan pelanggan dimana khusus untuk aspek yang terkait langsung dengan kepuasan pelanggan seperti spesifikasi produk atau kualitas layanan setiap sasaran mutu haruslah mengacu pada peningkatan kepuasan pelanggan.

Sasaran mutu juga harus dipantau, dikomunikasikan, dan diperbarui seperlunya setelah dipastikan terukur, atau dengan kata lain kita harus memantau perkembangan pencapaian kinerja terhadap sasaran yang sudah ditetapkan. Dan sasaran mutu tersebut harus selalu kita komunikasikan progresnya dan jika memang diperlukan maka dapat memperbarui sasaran yang ada.

Hal yang sering ditemui di dalam perusahaan adalah terkadang banyak sasaran yang sudah lama tercapai namun tidak diperbarui, sehingga cenderung jalan ditempat dan tidak terjadi peningkatan kualitas kinerja.

Nah sekarang kembali ke studi kasus diatas dimana PT.ABC di klausul risiko dan peluang sebelumnya kita sudah melakukan simulasi di bagian gudang produk jadi.

Lalu apa sasaran mutu yang sesuai untuk gudang produk jadi pt.ABC ?

Kita bisa menentukan target sasaran minimum produk yang rusak karena terjatuh.

Perubahan Perencanaan

Di sub klausul ini kita diminta untuk menentukan tindakan apa saja yang harus dilakukan jika terjadi perubahan dalam perencanaan. Hal ini karena jika terjadi perubahan pada perencanaan “plan” akan berdampak pada “do, check, dan action”

Dengan kata lain perubahan perencanaan memiliki konsekuensi terhadap proses lainnya. Perubahan terhadap perencanaan dapat berarti perubahan terhadap risiko dan peluang serta sasaran mutu sehingga harus kita pastikan konsekuensi dari perubahan tersebut terutama terkait dengan beberapa aspek berikut :

  1. Ketersediaan sumberdaya
  2. Alokasi atau relokasi tanggungjawab dan wewenang personil, jangan sampai perubahan yang ada tidak dapat dieksekusi karena tidak ada orang yang dapat melakukannya.

Semoga Bermanfaat

Metode Why Why Analysis Untuk Mencari Root Cause Masalah

Metode Why Why Analysis Untuk Mencari Root Cause Masalah

Dalam menjalankan aktivitas perusahaan, kendala / masalah tentunya sesuatu yang tidak dapat dihindari. Bahkan dengan adanya masalah-masalah tersebut perusahaan akan semakin bertumbuh dan semakin kuat menghadapi tantangan-tantangan di masa depan.

Masalah yang ada tersebut tentunya harus kita selesaikan supaya operasinal perusahaan tetap berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Dan yang terpenting adalah masalah tersebut tidak terulang lagi.

Untuk hal tersebut maka kita harus mencari akar permasalahan / root cause yang terjadi.

Ada beberapa cara yang bisa kita gunakan untuk mengidentifikasi root causenya atau akar masalahnya. Metode yang bisa gunakan adalah dengan memakai why why analysis atau melakukan 5 why yaitu dengan bertanya why sampai 5 kali karena kalau kita bertanya why sampai 5 kali maka kita bisa sampai pada akar masalah.

Metode ini sepertinya sederhana namun sangat powerfull untuk mengidentifikasi masalah dan digunakan di banyak perusahaan-perusahaan besar di seluruh dunia. Metode why why analysis ini juga sering digunakan dalam program QCC (Quality Control Circle) yang tentunya untuk melakukan continues improment di dalam perusahaan.

Bahkan metode ini kita bisa gunakan bukan hanya di pekerjaan kita tapi kita bisa gunakan di dalam kehidupan kita sehari-hari.

Pengertian Why Why Analysis

Why why analisys adalah alat untuk membantu mengidentifikasi akar masalah atau penyebab dari sebuah ketidasesuaian pada proses atau produk. Pada gambar diatas adalah corong yang menggambarkan bahwa ada tiga tahapan dalam mencari root cause, yaitu :

  1. Mencari potensial causes yang biasanya potensial causes ini lebih dari satu.
  2. Mencari signifikan causes yang diambil dari salah satu potensial causes.
  3. Mencari root causes dari signifikan causes

Lalu bagaimana caranya agar kita bisa mencari ketiga tahap tersebut?

  • Mengidentifikasi masalah.

Masalah apa yang mau diangkat dan dicari root causes-nya misalkan : misalnya masalah defect produk, masalah downtime, masalah target yang tidak tercapai, dan lain-lain

  • Membentuk cross functional team atau disingkat dengan CFT

CFT adalah sekelompok karyawan dari berbagai departemen yang bekerjasama untuk menyelesaikan masalah, misalnya Departemen produksi, departemen QC dan Departemen engineering masing-masing mempunyai wakil untuk menjadi anggota CFT tersebut.

  • Mengumpulkan potensial cause yang diambil dari pendapat anggota CFT.

Kira-kira apa saja potensi yang membuat masalah terjadi kemudian kita bikin list atau daftar dari potensial cause tersebut. pada tahap kita sudah mengumpulkan potensial cause.

  • Mencarai Signifikan cause

Setelah kita mendapatkan potensial cause, langkah selanjutnya yaitu mencari signifikan cause mana yang signifikan atau mempunyai andil besar penyebab masalah terjadi. Pada tahap ini anggota CFT melakukan brainstorming, validasi, dan hipotesis untuk mencapai kesepakatan dalam mencari signifikan cause

Setelah signifikan cause didapat maka selanjutnya yaitu melakukan why why analisys dengan cara menanyakan kenapa signifikan cause tersebut bisa terjadi.

Pada umumnya sampai 5 pertanyaan untuk mendapatkan root cause, namun jika misalnya baru 3 atau 4 pertanyaan sudah menemukan root cause hal tersebut tidak masalah.

Contoh Kasus 5 Why Analysis

five why why analysis

Untuk lebih memahami mari kita bahas contoh sederhana berikut ini :

Contoh 1 :

Misalkan sebuah keluarga (bapak, ibu, dan anak) yang sedang melakukan bepergian dari bekasi menuju jakarta dengan sepeda motor.

Ditengah perjalanan ini terjadi ban bocor.

Nah apa root cause dari ban bocor tersebut?

Identifikasi masalah yaitu ban bocor dimana ban ini masih menggunakan ban dalam dan bocornya bukan bocor halus, namun tiba-tiba langsung kempes dengan cepat.

Kemudian anggota CFD terdiri dari bapak, ibu dan anak (kita umpamakan lintas departemen dalam suatu perusahaan) mengumpulkan potensial cause yaitu bisa jadi ban bocor itu karena :

  • Kena paku atau
  • Bekas tambalan yang jebol atau
  • Kelebihan beban muatan atau
  • Ban yang sudah tipis

Setelah terkumpul potensial cause anggota CFD melakukan brainstorming, validasi, dan hipotesis apakah :

  • Kelebihan muatan?

Ternyata setelah ditimbang total penumpang dan barang bawaan beratnya 150 kilo sedangkan beban maksimal barang yang bisa dimuat adalah 200 kg, sehingga penyebabnya bukan karena kelebihan beban

Baca Juga : Timbangan-analitik dan Timbangan Bench Scale

  • Lalu apakah ban bocor dikarenakan kena paku?

Pas dibuka ternyata tidak ada paku yang tertancap dan ban dalamnya sobek bukan di area bekas tambalan.

  • Kemudian apakah ban sudah tipis?

Pada saat diperhatikan memang pola ban yang bagian tengah sudah hilang atau sudah halus yang menandakan bahwa ban sudah tipis sehingga tidak bisa menahan beban walaupun beban tersebut kurang dari 200 kg.

Nah dari hal tersebut diatas, signifikan cause telah ditemukan yaitu ban sudah tipis.

Langkah selanjutnya adalah kita melakukan why why analisys :

  • Why 1 : kenapa ban tersebut bisa tipis?

Karena belum diganti.

  • Why 2 : kenapa belum diganti?

karena tidak ada jadwal ganti sehingga lupa untuk mengganti atau karena tidak ada patokannya untuk kapan waktu menggantinya.

  • Why 3 : Kenapa tidak ada jadwal ganti?

Karena tidak ditandai atau dicatat saat pergantian ban sebelumnya. Biasanya untuk mengganti ban tolak ukurnya sudah jalan berapa kilo meter, karena kalau menurut waktu misalkan bulanan atau tahunan bisa beda-beda tergantung pemakaian kendaraan. Maka lebih tepatnya menggunakan kilometer. Misalnya :ban belakang sudah waktunya ganti jika sudah menempuh jarak 10 ribu kilometer.

  • Why 4 : Kenapa tidak dicatat kilometernya?

Karena speedometer mati

  • Why 5 : Kenapa speedometer mati?

Karena kabelnya putus

Sehingga disini sudah ketemu root cause-nya kenapa terjadi ban bocor, Setelah kita telusuri ternyata kabel speedometernya putus.

Contoh 2 :

contoh 5 why why analysis pada tv rusak

Contoh misalnya kita sedang menonton TV lalu kemudian TV kita ternyata tiba-tiba mati. Kita mencari tahu kenapa TV mati lalu kita melihat disekitar.

Ternyata karena kabelnya putus (signifikan cause)

Maka yang kita lakukan biasanya menyambung kabel tersebut supaya TV nyala.

Nah langkah yang kita lakukan tersebut bagus namun belum cukup karena kita baru sampai pada langkah correction atau koreksi dan belum mengatasi akar penyebab masalah. Supaya kita sampai pada akar masalah, salah satu metode yang bisa kita gunakan adalah metode 5 why atau lima Mengapa.

Apa yang kita lakukan adalah harus bertanya…

  • Why 1 : Mengapa TV mati?

Karena tidak ada arus listrik.

  • Why 2 : Lalu kita bertanya lagi mengapa tidak ada arus listrik?

Karena kabelnya putus.

  • Why 3 : Lalu kita bertanya lagi mengapa Kabelnya putus?

Karena digigit tikus.

Why 4 : Lalu kita bertanya lagi mengapa sampai digigit tikus?

Karena kamar kita kotor.

  • Why 5 : Lalu kita bertanya lagi kenapa kamar kita kotor?

Karena tidak dibersihkan atau jarang dibersihkan.

Jadi kita pertanyakan 5 why…

Setelah kita bertanya 5 kali why apa yang kira-kira kita bisa lakukan?

Kita membersihkan kamar dan pastikan kamarnya bersih lalu kemudian kita pastikan bahwa ada jadwal kebersihannya, dan kita pastikan tikusnya tidak ada lagi di rumah kita. Lalu kemudian kabelnya kita sambung sehingga ada arus listrik dan TV menyala..

Dari langkah-langkah diatas ada kemungkinan terjadi TV mati lagi tidak?

Kemungkinan terjadi lagi adalah kecil, atau mungkin bisa terjadi lagi namun dengan penyebab yang lain, bukan karena kabel putus yang digigit tikus karena kita sudah menyelesaikan sampai pada akar masalah.

Coba kita bayangkan jika pertanyaan hanya sampai 2 atau 3 kali why lalu berhenti.

Misalnya hanya sampai..

  • Why 1 : Mengapa TV mati?

Karena tidak ada arus..

  • Why 2 : Mengapa tidak ada arus?

Karena kabel putus..

Ketika pertanyaan sampai tahapan itu saja (2 x why) maka yang kita lakukan kita hanya akan menyambung kabel TV nya supaya menyala. Namun kemungkinan besar masalah yang sama akan terjadi lagi karena disitu mungkin masih ada tikusnya.

Misalnya lagi kita bertanya sampai 3 why..

  • Why 3 : Mengapa Kabelnya putus?

Karena ada tikus yang menggigit kabel tersebut.

Maka yang kita lakukan adalah kita mengusir tikusnya, kabelnya kita sambung dan TV nya menyala.

Pertanyaan adalah kemungkinan terjadi TV mati lagi tidak?

Kemungkianan akan terjadi lagi walaupun kemungkinannya menjadi lebih kecil dari yang pertama (bertanya 2 kali why) karena kita udah sampai pada 3 why. Namun jika rumahnya masih kotor dan jarang dibersihkan meskipun tikusnya sudah kita usir mungkin akan kembali lagi dan akan bisa menggigit kabel tersebut lagi, dan kemudian TV kita bisa mati lagi.

“Itulah sebabnya kita harus bertanya 5 why atau melakukan why why analysis untuk kita bisa sampai pada akar penyebab masalah?

Kapan Berhenti Bertanya Why?

Apa yang menentukan bahwa sudah saatnya kita berhenti untuk bertanya why lagi? Ada 2 kriteria yang menentukan supaya kita berhenti bertanya why lagi :

  1. Jika jawaban why yang terakhir sudah tidak relevan lagi terhadap masalah yang kita hadapi.
  2. Jika yang terakhir itu sudah diluar tanggungjawab kita / sudah diluar dari otoritas kita.

Maka pada saat itulah kita berhenti bertanya 5 why.

Alat lain yang bisa kita gunakan untuk menentukan akar masalah salah satu yang lainnya adalah fishbone diagram atau diagram tulang ikan

Semoga Bermanfaat.

Prosedur SOP Penerimaan dan Penyimpanan Barang di Gudang

Prosedur SOP Penerimaan dan Penyimpanan Barang di Gudang

Gudang bahan baku merupakan tempat pertama dalam penerimaan barang / bahan yang kita pesan dari supplier. Sistem pengelolaan mulai dari penerimaan barang, penyimpanan barang, sampai ke pengiriman barang ke pengguna harus ditata dengan baik sebagai rangkaian untuk penjaminan mutu suatu produk yang dihasilkan perusahaan.

Bagaimana cara mengelola gudang sesuai standar? Kali ini kita akan belajar mengenai prosedur / SOP penerimaan barang di gudang berikut dengan penyimpanannya dalam suatu perusahaan farmasi.

Hal yang Harus Diperhatikan

Seperti kita ketahui perusahaan farmasi dalam menyimpan barang di gudang dapat berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), hal ini harus kita pahami karena merupakan bagian dari fungsi pekerjaan tata laksana gudang.

Secara prinsip, hal-hal yang harus kita perhatikan dalam pengelolaan gudang adalah :

  1. Memastikan kondisi gudang sesuai dengan standar penyimpanan barang yang berlaku. Beberapa bahan baku farmasi memerlukan penyimpanan pada kondisi tertentu. Gudang untuk bahan baku farmasi itu sendiri terkadang dibagi menjadi beberapa area, misalnya : area room temperature dan area cold storage temperature. Keterangan terkait dengan cara penyimpanan barang / bahan tersebut bisa kita dapatkan dalam MSDSMaterial Safety Data Sheet.
  2. Menyimpan barang sesuai klasifikasinya untuk tetap menjaga keamanan dan kualitas barang
  3. Menangani barang berdasarkan sistem FIFO
  4. Menangani barang berdasarkan sistem FEFO
  5. Melaksanakan dokumentasi barang
  6. Melaksanakan penyimpanan produk jadi

SOP Penerimaan Barang di Gudang

Persiapan Masuk Gudang Penyimpanan

SOP penerimaan barang di gudang

  • Pada saat akan masuk ke gudang, pastikan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai misalnya :  handscoon, headcap, safety shoes.
  • Pada tahapan awal, tentunya supplier barang akan mengirimkan barang yang kita pesan ke area penerimaan barang.
  • Petugas penerimaan barang menerima bahan pesanan dari supplier. Pada tahap ini hendaklah dilakukan pemeriksaan visual terkait dengan kondisi umum / kondisi fisik bahan, keutuhan wadah, segel wadah, dan apakah ada ceceran yang mungkin timbul akibat adanya kerusakan bahan dan tentang kesesuaian catatan pengiriman dengan label dari supplier, item-item yang perlu diverifikasi antara lain :
    1. Nama Bahan
    2. Jumlah / Quantity
    3. Nomor PO (Purchase Order)
    4. Tanggal kadaluwarsa
    5. dll
  • Lakukan pengambilan sampel dengan metode yang telah disetujui oleh Kepala Bagian pengawasan mutu / quality assurance.
  • Semua penerimaan, pengeluaran, dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets atau nomor lot, tanggal penerimaan atau penyerahan, tanggal kelulusan, dan tanggal kadaluwarsa.
  • Wadah dari mana sampel bahan awal diambil hendaklah diberi identifikasi.
  • Faktur ditandatangani oleh petugas penerimaan barang dan distributor barang.
  • Petugas penerimaan barang mengisi buku penerimaan (nomor, tanggal, nama barang, jumlah, PBF – Pedagang Besar Farmasi, No. Batch, Paraf pengantar / supplier, paraf penerima).

SOP Penyimpanan Barang di Gudang

SOP penyimpanan barang di gudang

  • Sebelum melakukan penyimpanan bahan, petugas penyimpanan memeriksa kondisi ruangan meliputi suhu dan kelembaban udara ruangan gudang kemudian mencatatnya pada formulir yang telah disediakan. Pastikan thermohigrometer yang digunakan untuk melakukan pemantauan suhu dan kelembaban tersebut sudah dikalibrasi ke laboratorium kalibrasi yang sudah terakreditasi sistem manajemen laboratorium ISO 17025.
  • Petugas penerimaan barang mengantar barang yang diterima ke petugas penyimpanan.
  • Petugas penyimpanan mengisi label karantina.
  • Petugas penyimpanan menyimpan bahan awal ke ruang karantina. 
  • Proses selanjutnya yaitu penandaan bahan awal. Di area penyimpanan hendaklah diberi label yang tepat.
  • Label hendaklah memuat keterangan paling sedikit sebagai berikut :
    1. Nama bahan dan bila perlu nomor kode bahan
    2. Nomor batch atau kontrol yang diberikan pada saat penerimaan bahan
    3. Status bahan misal karantina, sedang diuji, diluluskan, atau tolak
    4. Tanggal daluwarsa atau tanggal uji ulang bila perlu
  • Label yang menunjukkan status bahan awal hendaklah ditempelkan hanya oleh personil yang ditunjuk oleh kepala bagian pengawasan mutu untuk mencegah kekeliruan dan label tersebut hendaklah berbeda dengan label yang digunakan oleh pemasok, misalnya dengan mencantumkan nama atau logo perusahaan.
  • Bila status bahan mengalami perubahan maka label penunjuk status hendaklah juga diubah.

Catatan :

Pada proses penyimpanan bahan awal baik pada saat proses karantina selama pemeriksaan maupun setelah diluluskan harus disesuaikan dengan kondisi persyaratan penyimpanan bahan / barang yang tertuang dalam MSDS.

Jenis label yang ada dapat dibagi menjadi tiga :

  1. Label yang berwarna kuning yang dapat ditempelkan pada bahan atau barang yang telah melalui proses karantina
  2. Label berwarna hijau untuk kriteria bahan yang telah melalui proses pelulusan atau uji kelulusan oleh bagian pengawasan mutu atau pemastian mutu
  3. Label berwarna merah Untuk bahan atau barang tersebut belum lulus atau ditolak oleh bagian pemastian atau pengawasan mutu

Penyerahan Bahan oleh Petugas Gudang

  • Petugas penimbangan memberikan surat permintaan kepada petugas penyimpanan.
  • Petugas penyimpanan menyiapkan bahan-bahan yang diminta dan menimbang bahan sesuai dengan surat permintaan. Timbangan yang sering digunakan di area gudang adalah jenis timbangan bench scale denngan kapasitas antara 30 kg s/d 150 kg.

Baca Juga : Timbangan Analitik dan TImbangan Bench Scale

  • Pada proses penyerahan atau distribusi atau penyerahan bahan awal, hendaklah dilakukan hanya oleh personil yang berwenang sesuai dengan prosedur yang telah disetujui.
  • Catatan persediaan bahan hendaklah disimpan dengan baik agar rekonsiliasi persediaan dapat dilakukan.

Mapping Temperature Gudang

mapping temperature gudang

Mapping temperature dilakukan dengan tujuan untuk menjamin gudang penyimpan barang / bahan sesuai dengan kriteria standar penyimpanan masing-masing produk yang telah ditentukan sehingga produk yang disimpan dalam ruang tersebut terjamin kualitasnya, serta memastikan unit ac / sistem sirkulasi udara tetap beroperasi secara konsisten dengan standar yang telah ditentukan dan batas toleransi yang dapat dikontrol selama operasional berlangsung.

Mapping temperature juga bertujuan untuk memastikan penyebaran temperature ruang dalam kondisi operasional tetap mampu memberikan penyebaran suhu yang stabil dalam rentang yang telah ditentukan dan menentukan lokasi peletakan thermohigrometer yang akan digunakan untuk melakukan monitoring suhu.

Untuk melakukan mapping temperature tersebut tentunya persyaratan utamannya adalah thermohigrometer yang digunakan untuk melakukan pengukuran harus dikalibrasi terlebih dahulu.

Cara Mapping Temperature Gudang

Kegiatan mapping temperature dilakukan selama 3 hari secara berturut-turut dan dengan thermohigrometer sebagai alat ukur temperature tersebar di dalam ruangan sebanyak 8 titik. Jika thermohigrometer ini mempunyai fitur logger, maka pengaturan pembacaan dan penyimpanan data suhu ruangan bisa kita atur setiap interval 5 menit.

Prosedur Mapping Temperature

Berikut tahapan dalam melakukan mapping temperature :

  1. Biarkan kegiatan operasional gudang dilakukan berjalan seperti biasa selama mapping berlangsung.
  2. Nyalakan unit AC / sistem sirukulasi udara.
  3. Buat rencana gambar penempatan thermohigrometer (mapping grid).
  4. Letakkan alat ukur thermohigrometer sesuai dengan mapping grid.
  5. Lakukan pencatatan suhu dengan intereval 30 menit selama masa oprasional kegiatan di gudang

Dari hasil mapping teperature selama 3 hari berturut-turut tersebut akan didapatkan sebaran temperature pada setiap titiknya yang memberikan informasi kepada kita dimana thermohigrometer harus diletakkan.

Mapping suhu sebaiknya dilakukan secara berkala minimal 1 kali dalam 1 tahun serta apabila terdapat perubahan konstruksi yang dilakukan. Perubahan tersebut meliputi perubahan dalam layout, penambahan alat kerja, atau hal lain yang mengakibatkan perubahan penyebaran suhu.

Semoga bermanfaat.

Pengertian Continues Improvement dalam Proses Bisnis Perusahaan

Pengertian Continues Improvement dalam Proses Bisnis Perusahaan

Perkembahan teknologi berjalan dengan pesat, persyaratan pelanggan terhadap suatu produk juga semakin hari semakin ketat. Produk-produk baru banyak bermunculan dengan menawarkan segala keunggulannya dengan harga yang lebih kompetitif.

Sebagai perusahaan kita harus terus menerus melakukan perbaikan untuk tetap bisa menghasilkan produk / jasa yang berkualitas sehingga tetap bisa memuaskan pelanggan.

Banyak sekali program perusahaan untuk meningkatkan kualitas dari produk dan jasanya, antara lain dengan menerapkan standar-standar tertentu, baik itu standar yang terkait dengan persyaratan produk / standar yang sifatnya umum misalnya : standar SNI ISO 9001, standar SNI IEC ISO 17025 untuk layanan laboratorium pengujian dan kalibrasi, atau program lain yang dilakukan di internal perusahaan, misalnya melalui program sumbang saran, QCC (Quality Control Circle), dll dimana harapannya adalah agar kita dapat melakukan perbaikan terus menerus atau yang lebih kita kenal dengan istilah continues improvement.

Pada artikel kali ini kita akan mengulas mengenai tools / alat bantu yang seringkali digunakan dalam improvement serta langkah-langkah yang digunakan untuk continues improvement. Seperti yang teman-teman ketahui, ada dua komponen yang digunakan dalam continuous quality improvement yaitu :

  • 8 langkah improvement
  • QC Seven tools

Apa Itu 8 Langkah Improvement

8 langkah continues improvement

8 langkah improvement adalah delapan langkah yang merupakan aktivitas untuk pemecahan masalah atau problem solving yang didasari dengan konsep PDCA (Plan-Do-Check-Action).

Pemecahan masalah dan improvement bukanlah suatu proses yang sekali dilaksanakan lalu selesai, namun melainkan suatu proses yang dilakukan secara berkelanjutan. Itulah sebabnya disebut dengan Continues Improvement.

8 langkah Improvement :

  • Menentukan tema

Tema adalah aktivitas yang membahas masalah di dalam grup sendiri atau masing-masing individu.

  • Menetapkan target

Menetapkan target berdasarkan jumlah, waktu, dan tingkat kesulitan masalah yang dihadapi

  • Analisa kondisi yang Ada (Anakonda)

Pada tahapn ini aktivitasnya adalah dengan melihat secara langsung di tempat kejadian yang dilakukan bersama-sama anggota grup improvement

  • Analisa sebab akibat

Analisa sebab akibat dilakukan dengan menganalisa masalah yang ditemukan di tempat kejadian untuk mendapatkan akar penyebab yang memiliki relevansi dan korelasi positif

  • Merencanakan penanggulangan

Dilakukan dengan cara merencanakan aktivitas perbaikan untuk mengatasi setiap akar penyebab secara kuantitatif maupun kualitatif.

  • Melaksanakan penanggulangan

Pada tahapan ini kita melakukan implementasi dari rencana aktivitas perbaikan untuk merealisasikan setiap aktivitas perbaikan

  • Evaluasi hasil

Mengevaluasi hasil setiap aktivitas perbaikan terhadap target yang telah ditetapkan

  • Standarisasi Rencana Berikut

Membuat standarisasi berdasarkan implementasi aktivitas perbaikan serta kontrol pelaksanaannya agar masalah tidak terulang kembali.

Apa itu 7 alat bantu improvement?

qc 7 tools

7 Alat bantu atau QC 7 tools adalah alat yang digunakan untuk pemecahan masalah yang menggunakan data kuantitatif. Dalam prakteknya tidak semua QC 7 tools digunakan dalam setiap delapan langkah, tetapi disesuaikan dengan kebutuhan pada masing-masing langkahnya sehingga akan didapat hasil yang optimal. Atau dengan kata lain tidak semua dari QC 7 Tools ini digunakan, namun disesuaikan dengan kebutuhan analisis datanya.

Berikut adalah tujuh alat bantu / QC 7 tools improvement

Check Sheet

contoh check sheet

Check sheet merupakan lembar rancangan awal yang digunakan untuk memudahkan pengambilan dan penyusunan data. Dengan menggunakan lembar ini maka hanya dengan memeriksa fakta yang ada data dapat disusun, informasi yang penting dapat dikumpulkan, setiap item pemeriksaan tidak ada yang terlewatkan.

Lembar pemeriksaan ini juga dapat digunakan untuk melakukan stratifikasi atau pemilahan.

Gambar diatas adalah contoh checksheet untuk monitoring harian produk reject dari suatu proses produksi yang disusun berdasarkan kategori reject yaitu :

  1. Blow Hole
  2. Non Filling
  3. Catching
  4. Carbon
  5. Crack

Dari data diatas dapat dilihat bahwa reject harian terbesar dikarenakan oleh blow hole sedangkan yang terkecil adalah reject non filling. Dari check sheet tersebut kita dapat menentukan skala prioritas diman harus dilakukan perbaikan mesin yang memberikan reject blow hole terlebih dahulu.

Stratifikasi

contoh stratifikasi

Stratifikasi merupakan pemilihan suatu data yang ada kedalam beberapa bagian berdasarkan tujuan tertentu. Secara umum dalam manajemen mutu seluruh data yang dibagi dalam beberapa kelompok menurut keistimewaan yang dimilikinya, misalnya fenomena barat cacat serta penyebab timbulnya cacat, dll.

Gambar diatas adalah contoh stratifikasi dimana item stratifikasi menurut waktu, menurut pelaksanaan, metode kerja menurut metode pengukuran dan pada kolom sebelah kanan adalah metode sertifikasinya.

Baca Juga : Pengertian Pengukuran

Diagram pareto

contoh diagram pareto

Diagram pareto adalah diagram yang menampilkan grafik batang yang merupakan jumlah masalah dan grafik garis yang merupakan akumulasi perentase. Memadukan masalah yang terjadi di tempat kerja seperti misalnya barang cacat, gangguan pada mesin, klaim, dll dengan disusun berdasarkan urutan jumlah kasus saat besarnya uang. Diagram pareto ini seringkali digunakan pada tahapan identifikasi masalah pada saat QCC (Quality Control Circle).

Diagram sebab-akibat atau fishbone diagram

contoh fishbone diagram

Fishbone diagram ini dikenal juga dengan nama diagram tulang ikan. Gambar yang memperlihatkan hubungan antara suatu akibat dengan banyak penyebab yang mempengaruhinya. Penyebabnya dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu :

  • Pekerja yang mempengaruhi pada mutu produk
  • Mesin yang digunakan dalam membuat produk
  • Cara mengerjakan proses tersebut
  • Material yang digunakan dalam proses
  • dll

Fishbone diagram ini juga sering digunakan pada tahapan analisa kondisi masalah yang ada pada saat QCC (Quality Control Circle). Mengenai fishbone diagram ini pernah dibahas di artikel sebelumnya berikut ini :

Baca Juga : Diagram Tulang Ikan Untuk Mengidentifikasi Akar Permasalahan

Control Chart

contoh control chart
Control Chart adalah data yang disusun dan dibuat grafik agar terlihat dengan mudah perubahan dan besarannya sesuai bagiannya. Dengan adanya control chart tersebut maka dapat memberikan gambaran kepada kita apakah  proses berjalan secara stabil atau untuk mempertahankan stabilitas proses yang sedang berlangsung.

Dapat dilihat pada contoh gambar control chart diatas dimana terdapat proses yang out of specs dan tidak stabil. Dengan adanya control chart tersebut kita dapat mengambil langkah-langkah yang harus diambil.

Diagram distribusi / Scatter Diagram

contoh scatter diagram

Scatter Diagram adalah diagram yang melihat pola hubungan antara dua jenis data yang berpasangan dimana data ini dianggap memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Dengan melakukan penelitian seperti ini akan menjadi alat untuk menemukan faktor penting bagi pelaksanaan manajemen maupun Kaizen.

Gambar diatas adalah contoh diagram distribusi / scater diagram.

  • Gambar kiri atas menandakan hubungan positif 2 jenis data yang berhubungan positif (+) kuat, ditandakan dengan titik-titik yang hampir menjadi 1 garis.
  • Gambar tengah atas, titik-titiknya dari bawah kiri bawah ke arah kanan atas, sehingga berhubungan positif (+) namun karena titiknya tidak berada dalam 1 garis dan menyebar maka hubungannya lemah.
  • Gambar kanan atas merupakan kebalikan dari gambar yang pertama (kiri atas) dimana hubungannya negatif (-) namun karena titik-titik berada dalam 1 garus maka menandakan hubungan yang kuat.
  • Gambar kanan bawah menunjukkan 2 jenis data yang tidak berhubungan karena titik-titik yang menyebar.
  • Demikian seterusnya untuk 2 gambar yang lainnya.

Histogram

pengertian histogram

Histogram adalah grafik bentuk batang yang memperlihatkan data yang didapat dari suatu kondisi dan dibagi atas beberapa bagian sesuai nilai data yang ada dalam bagiannya.

Demikian penjelasan mengenai 8 langkah dan 7 alat bantu yang sering digunakan untuk continues improvement.

Semoga Bermanfaat.

PDCA (Plan Do Check Action) dan Kaitannya Dengan ISO 9001

PDCA (Plan Do Check Action) dan Kaitannya Dengan ISO 9001

Siklus PDCA merupakan hal yang sangat penting dan harus kita pahami jika di dalam perusahaan menerapkan sistem manajemen, terutama standar SNI ISO 9001 : 2015.  Pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari prinsip-prinsip dan konsep PDCA dalam penerapan sistem manajemen mutu SNI ISO 9001 : 2015.

Kepanjangan PDCA : Plan Do Check Action

Pengertian PDCA (Plan Do Check Action)

Siklus Plan Do Check Action / PDCA adalah proses berulang untuk terus-menerus meningkatkan layanan, produk, maupun sumber daya manusia. Disadari atau tidak Siklus PDCA ini sangat membantu pada pengujian solusi, analisis hasil, dan peningkatan proses.

Contoh Penerapan PDCA misalnya :

Bayangkan perusahaan kita memiliki banyak keluhan pelanggan mengenai tingkat respons yang lambat dari departemen support / customer service. Maka kita mungkin perlu meningkatkan cara kerja tim Anda untuk membuat pelanggan tetap puas. Nah hal semacam ini bisa kita tingkatkan melalui PDCA, apa saja langkah yang akan diambil akan dibahas dibawah ini.

7 Prinsip Sistem Manajemen Mutu

7 Prinsip Sistem Manajemen Mutu

SNI ISO 9001 : 2015 atau standar sistem manajemen mutu memiliki 7 prinsip yang mendasari penerapannya dimana 7 prinsip ini tertulis dalam standar SNI ISO 9001 : 2015 itu sendiri.

Customer Focus

Dasar dari penerapan ISO 9001 adalah respon pelanggan, jika pelanggan memberikan persyaratan tentang suatu produk atau jasa maka suatu perusahaan yang menerapkan SNI ISO 9001 : 2015 wajib mengutamakan dan menyesuaikannya.

Dengan demikian produk atau jasa dan manajemen perusahaan diharapkan terus berkembang berdasarkan permintaan pasar atau pelanggan.

Leadership

Kepemimpinan atau leadership dalam SNI ISO 9001 : 2015 mengharuskan adanya kesatuan tujuan dan arah yang ditetapkan oleh pemimpin. Hal ini dilakukan untuk menciptakan kinerja yang efektif dan efisien untuk mencapai tujuan tersebut.

SNI ISO 9001 : 2015 fokus dalam penyusunan, cara penyampaian, proses internalisasi, dan realisasi dari tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin. Selain itu pemimpin juga berkewajiban untuk menyediakan segala sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut.

Keterlibatan Personel

Suatu sistem yang berjalan tanpa memperhatikan keterlibatan tim secara keseluruhan akan menjadi rapuh dan tidak berkesinambungan, sebab orang yang tidak dilibatkan tidak akan paham dan peduli dengan keberlangsungan sistem. Maka proses melibatkan semua personel ini penting untuk membuat sistem berjalan berkesinambungan.

Pendekatan Proses

Setiap bisnis terdiri dari beberapa proses yang berlangsung dimana setiap proses memiliki input dan output yang saling berhubungan. SNI ISO 9001 : 2015 menuntut perusahaan dan Sumber Daya Manusia yang terlibat untuk memahami dan mendalami setiap proses yang ada. Sehingga kita dapat segera menemukan akar masalah jika terjadi suatu masalah

Perbaikan berkelanjutan atau Continuous improvement

Fokus utama penerapan SNI ISO 9001 : 2015 adalah perbaikan berkelanjutan atau Continuous improvement. Segala aspek dalam penerapan sistem manajemen mutu adalah upaya untuk memastikan tercapainya perbaikan berkelanjutan.

Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta

Pengambilan keputusan berdasarkan bukti atau evidence-based decision-making merupakan hal penting untuk memastikan bahwa bukti kinerja operasional tersedia dalam rangka memastikan pengambilan keputusan dilakukan dengan dasar yang kuat.

Manajemen Hubungan atau Relationship manajement

Untuk menjaga kinerja secara berkesinambungan, organisasi atau perusahaan harus mengatur hubungannya dengan para pihak yang berkepentingan terhadap berlangsungnya sistem yang baik dalam perusahaan. Contohnya : customer, supplier, atau bahkan pemerintah.

Nah prinsip-prinsip tadi adalah fokus utama yang menjadi arah penerapan SNI ISO 9001 : 2015.

Prinsip Kerja 9001 : 2015

plan do check action adalah

Bagaimana dengan cara kerja penerapan SNI ISO 9001 : 2015 secara umum ?

SNI ISO 9001 : 2015 bekerja dengan mengikuti siklus deming atau siklus manajemen yang dibuat oleh William Edward deming. Siklus ini sering kita kenal juga dengan siklus PDCA atau Plan Do Check Action. Sehingga menjadi suatu keharusan bagi kita untuk paham dengan baik tentang siklus PDCA atau Plan Do Check Action ini sebelum menerapkan standar SNI ISO 9001 : 2015.

Plan

Di tahap ini perusahaan menetapkan tujuan penerapan sistem, proses-proses yang terlibat, kebijakan, risiko-risiko yang akan terjadi serta cara mengendalikan risiko tersebut. Dengan kata lain, kita harus benar-benar merencanakan apa yang perlu dilakukan, seberapa komplek hal yang kita rencanakan tersebut, sumber daya apa saja yang dibutuhkan dalam perencanaan tersebut.

Tahapan “Plan” ini biasanya terdiri dari langkah-langkah yang lebih kecil sehingga Anda dapat membangun rencana yang tepat dengan kemungkinan kegagalan yang lebih sedikit.

Sebelum Anda melanjutkan ke tahapan berikutnya, kita harus yakin dan bisa menjawab beberapa masalah dasar berikut ini :

  1. Apa masalah inti yang perlu kita selesaikan?
  2. Sumber daya apa yang kita butuhkan?
  3. Sumber daya apa yang kita miliki?
  4. Apa solusi terbaik untuk memperbaiki masalah dengan sumber daya yang tersedia?
  5. Dalam kondisi apa rencana itu dianggap berhasil?

Ingatlah, kita mungkin perlu melalui rencana tersebut beberapa kali sebelum dapat melanjutkan ke tahapan berikutnya.

Do

Tahap ini adalah tahap implementasi dari apa yang sudah kita rencanakan.

Setelah kita menyetujui rencana pada tahapan “PLAN”, maka sekarang saatnya untuk mengambil tindakan. Pada tahap ini, kita akan menerapkan semua yang telah dipertimbangkan selama tahap sebelumnya.

Perlu disadari bahwa masalah yang tidak terduga dapat terjadi pada tahapan ini. Oleh sebab itu, dalam situasi yang sempurna, pertama-tama kita dapat mencoba memasukkan rencana dalam skala kecil dan dalam lingkungan yang terkendali.

Standardisasi adalah hal yang akan membantu kita dalam menerapkan rencana dengan lancar. Pastikan bahwa semua personel yang terlibat tahu peran dan tanggung jawab mereka masing-masing.

Check

Pada tahap “check” kita melakukan pengukuran, Pemantauan, dan evaluasi terhadap kesesuaian implementasi sistem dengan rencana.

Tahapan ini mungkin merupakan tahap yang paling penting dari siklus PDCA. Jika kita ingin memperjelas rencana, menghindari kesalahan berulang, dan menerapkan perbaikan terus-menerus dengan sukses, maka kita perlu memberi perhatian yang cukup pada tahapan “CHECK”.

Pada tahapan ini juga kita perlu mengevaluasi apakah rencana awal kita benar-benar berhasil. Selain itu, kita dapat mengidentifikasi bagian bermasalah dari proses yang terjadisaat ini dan menghilangkannya di masa mendatang.

Jika ada yang salah selama implementasi proses, kita perlu menganalisisnya dan menemukan akar penyebab masalah. Penyelesaian akar penyebab masalah ini salah satunya bisa kita lakukan melalui fishbone diagram.

Action

Tahapan ini adalah tahap terakhir dari siklus PDCA / Plan Do Check Action. Tahapan ini berisi kegiatan untuk memperbaiki atau mengembangkan sistem organisasi berdasarkan hasil evaluasi yang didapat dari tahapan “CHECK” sebelum akhirnya kembali ke tahapan perencanaan.

Jika pada tahapan sebelumnya kita merencanakan, menerapkan, dan memeriksa / mengevaluasi rencana yang sudah kita buat. Sekarang, kita perlu bertindak. Dan jika semuanya terlihat sempurna dan kita berhasil mencapai tujuan awal, maka kita dapat melanjutkan dan menerapkan rencana awal kita.

Siklus PDCA ini akan menjadi dasar standar baru.

Namun, perlu diperhatikan setiap kali kita mengulangi rencana standar, ingatkan tim / personel yang terlibat untuk melakukan semua langkah lagi dan mencoba untuk meningkatkan dengan hati-hati.

Siklus PDCA Dalam Standar ISO 9001

kepanjangan pdca

Hal yang harus diperhatikan pada siklus PDCA atau Plan Do Check Action di dalam standar SNI ISO 9001 ini adalah setiap tahapan atau fase siklus mencerminkan persyaratan / klausul dalam SNI ISO 9001 tersebut.

  • Pada tahapan “PLAN” SNI ISO 9001 dimana kita harus melakukan identifikasi terhadap risiko dan peluang serta menetapkan sasaran mutu.
  • Pada tahapan “DO” di SNI ISO 9001 dimana kita menetapkan persyaratan kompetensi pada setiap personel yang terlibat, sumber daya yang diperlukan, sampai pada pengendalian operasional.
  • Pada tahapan “CHECK” di SNI ISO 9001 dimana kita perlu melakukan audit internal dan pengukuran kepuasan pelanggan.
  • Pada tahapan “Action” dimana kita diminta untuk melakukan investigasi akar masalah dan menentukan tindakan perbaikan terhadap masalah yang ditemukan.

Contoh Penerapan PDCA Untuk Efisiensi Kalibrasi

Di dalam sebuah perusahaan, untuk memantau proses di dalam perusahaannya mereka menggunakan berbagai macam alat ukur dimana jumlah alat ukur yang mereka miliki hampir ribuan, ada timbangan, pressure gauge, caliper, dll.

Alat ukur tersebut dikalibrasi secara eksternal dengan menggunakan vendor jasa layanan kalibrasi.

Karena tahun ke tahun biayanya terus meningkat, maka perusahaan tersebut mempunyai tindakan perbaikan untuk melakukan kalibrasi alat ukur mereka secara mandiri. Seluruh personel yang terkait berkumpul dan mengadakan meeting untuk membahas tahapan PDCA yang akan mereka lakukan sehingga didapatkan hasil meeting sebagai berikut :

  • Plan
    1. Dilakukan inventaris alat sesuai parameter
    2. Dilakukan pemetaan kompetensi personel yang akan melakukan dan mengevaluasi hasil kalibrasi
    3. Dilakukan pemetaan kebutuhan standar yang akan digunakan kalibrasi alat ukur
    4. Melakukan perhitungan parameter alat ukur apa yang memberikan beban biaya kalibrasi paling tinggi setiap tahunnya yang akan direncanakan terlebih dahulu dilakukan kalbrasi secara mandiri
  • Do
    1. Dilakukan training kalirasi untuk meningkatkan kompetensi personel
    2. Dilakukan pelaksanaan kalibrasi alat ukur yang dilakukan kalibrasi secara mandiri
  • Check

Dilakukan evaluasi terhadap pelaksaan kalibrasi mandiri tersebut apakah ada masalah yang harus diselesaikan dan hal-hal yang perlu ditingkatkan.

  • Action
    1. Jika kalibrasi mandiri terhadap alat ukur untuk satu parameter tersebut dapat berjalan, maka bisa kita standarkan melalui pembuatan SOP / Instruksi kerja
    2. Training ke seluruh personel terkait untuk memberikan pemahaman yang sama
    3. Dan kita juga bisa melakukan kalibrasi secara mandiri untuk alat ukur dengan paramter yang lainnya.

Kesimpulan

Siklus PDCA merupakan kerangka kerja yang sederhana namun sangat bermanfaat untuk memperbaiki masalah di setiap tingkat organisasi / perusahaan. Namun siklus PDCA ini memerlukan komitmen yang kuat dari semua personel untuk perbaikan berkelanjutan sehingga dapat memberi dampak positif pada produktivitas dan efisiensi.

Dalam penerapannya, siklus PDCA ini memerlukan waktu tertentu, dan mungkin kurang tepat untuk menyelesaikan masalah yang mendesak.

Pengertian FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan Contohnya

Pengertian FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan Contohnya

Dalam menerapkan sistem manajemen, proses kajian resiko merupakan suatu hal yang tidak dapat dilepaskan. Dengan melakukan analisis resiko tersebut kita bisa mencegah hal-hal yang tidak kita inginkan dan berdampak buruk terjadi pada perusahaan. Dalam melakukan analisis resiko tersebut tentunya ada sistem scoring / penilaian yang memberikan kita panduan dalam pengelolaan resiko tersebut. Nah dalam sistem scoring / penilaian tersbut ada beberap teknik yang bisa digunakan, salah satunya adalah FMEA dimana dalam penerapannya kita bisa menilai score / angka dari RPN (Risk Priority Number) suatu proses / tahapan / perubahan yang kita lakukan. Apa pengertian, sejarah, cara membuat FMEA ini sehingga muncul nilai RPN (Risk Priority Number)? Yuk, kita baca ulasannya.

Singkatan :

FMEA : Failure Mode and Effect Analysis

Pengertian FMEA

FMEA adalah salah satu Core Tools Analisis untuk menganalisa kegagalan dan efek daripada produk maupun proses yang berpotensi terjadi di masa depan. Perbedaan FMEA dengan RCA (Root Cause Analysis) yaitu dimana RCA (Root Cause Analysis) dilakukan setelah kejadian atau lebih bersifat reaktif sedangkan FMEA dilakukan sebelum kejadian atau lebih bersifat preventif.

Sejarah Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) pertama diterapkan oleh tentara Amerika Serikat pada tahun 1949 dengan pengenalan dokumen Prosedur Militer (MIL – P) – 1629 “Procedures for Performing a Failure Mode Effect and Criticalty Analysis” kemudian diadopsi oleh NASA untuk program luar angkasa Apollo pada tahun 1960-an.

Penggunaan FMEA memeperoleh momentum selama tahun tersebut, dengan dorongan untuk menempatkan manusia di bulan dan mengembalikan dengan selamat di bumi.

Pada akhir tahun 1970-an, Ford Motor Company memperkenalkan FMEA ke industri otomotif untuk pertimbangan keselamatan dan peraturan setelah urusan pinto. Mereka juga menggunakannya untuk meningkatkan produksi dan desain. Pada tahun 1980-an, industri otomotif mulai menerapkan FMEA dengan menstandarisasi struktur dan metode melalui Automotive Industry Action Group.

Saat ini FMEA tidak hanya digunakan dalam perusahaan otomotif, namun hampir semua jenis perusahaan menerapkan FMEA karena berbagai manfaatnya.

Manfaat Penerapan FMEA

Failure Mode and Effect Analysis adalah

Berikut ini adalah beberapa manfaat jika perusahaan menerapkan FMEA, antara lain :

  1. Meningkatkan kualitas dan keamanan produk
  2. Mengurangi waste sehingga secara otomatis juga mengurangi biaya produksi.
  3. Mudah dalam melacak tindakan-tindakan yang pernah diambil untuk proses manajemen risiko.
  4. Memenuhi persyaratan dan kepuasan pelanggan atau konsumen.
  5. Meningkatkan citra dan daya saing perusahaan.

Mengenal Jenis FMEA (Failure Mode and Effect Analysis)

Jenis FMEA ada 4, yaitu :

Sistem

Dimana dilakukan pada tahap awal melakukan konsep sistem dengan tujuan untuk mencegah potensi kegagalan sistem.

Design

Dimana dilakukan sebelum Prototype keluar dengan tujuan untuk mencegah potensi kegagalan design. Design FMEA (DFMEA) adalah metodologi yang digunakan untuk menganalisis risiko yang terkait dengan desain produk baru, yang diperbarui atau dimodifikasi dan mengeksplorasi kemungkinan mal fungsi produk / desain, pengurangan masa pakai produk, dan kekhawatiran atau efek keselamatan dan peraturan pelanggan yang berasal dari :

  • Sifat Material (Kekuatan, Pelumasan, Viskositas, Elastisitas, Kelenturan, dll.)
  • Geometri Produk (Bentuk, Posisi, Kerataan, dll)
  • Toleransi atau Stack-Ups
  • Rekayasa Kebisingan termasuk profil pengguna, lingkungan, interaksi sistem & degradasi

Proses

Dimana FMEA jenis ini dilakukan sebelum proses produksi masal dengan tujuan untuk mencegah potensi kegagalan pada proses. Process FMEA (PFMEA) adalah metodologi yang digunakan untuk menemukan risiko yang terkait dengan perubahan proses termasuk kegagalan yang berdampak pada kualitas produk, berkurangnya keandalan proses, ketidakpuasan pelanggan, dan bahaya keselamatan atau lingkungan yang berasal dari :

  • Faktor Manusia atau Kesalahan Manusia
  • Metode yang terlibat dalam proses produk layanan layanan termasuk jalur perakitan, rantai pasokan, dan standar komunikasi
  • Bahan yang digunakan dalam proses
  • Mesin yang digunakan untuk melakukan pekerjaan
  • Sistem pengukuran dan dampak pada penerimaan
  • Faktor Lingkungan pada kinerja proses

Servis

Dimana FMEA jenis yang dilakukan sebelum melakukan servis ke customer dengan tujuan mencegah potensi kegagalan pada saat servis.

Dari keempat jenis FMEA diatas, yang paling umum dan sering diterapkan di perusahaan adalah FMEA jenis desain (Design FMEA / DFMEA) dan proses (Process FMEA / PFMEA).

Kapan Menggunakan FMEA

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ini dapat kita gunakan ketika :

  1. Sedang dilakukan perubahan desain dari kemasan produk atau peluncuran desain baru untuk produk baik itu dilakukan pada kemasan primer, sekunder, atau tersier.
  2. Penambahan / modifikasi tahapan pada proses produksi yang sudah berjalan.
  3. Perubahan pada rantai pasokan dalam sistem perusahaan.
  4. Pengembahan dari sistem kontrol / pengendalian di dalam perusahaan.
  5. Untuk keperluan quality improvement.
  6. Untuk menganalisis kegagalan proses, produk, atau layanan yang ada.
  7. Untuk pemeriksaan berkala selama masa pakai produk, layanan, atau proses.
  8. dll

Komponen FMEA

 

Komponen FMEA terdiri dari :

  • Potensi resiko pada setiap proses. Kemudian potensi resiko tersebut kita beli nilai :
    1. Severity (tingkat keparahan)
    2. Occurate (tingkat frekuensi)
    3. Detection (tingkat kemampuan deteksi)
  • Tentukan nilai RPN (Risk Priority Number)

RPN (Risk Priority Number) = Nilai Severity x Nilai Occurate x Nilai Detection

  • Setelah penilaian RPN (Risk Priority Number) tersebut, kita harus memikirkan tindakan apa yang harus dilakukan dan mana yang harus diprioritaskan dengan melihat nilai RPN (Risk Priority Number).
  • Lakukan evaluasi dengan menghitung kembali RPN (Risk Priority Number) setelah tindakan dilakukan.

Cara Menentukan Skala Severity, Occurate, Detection

Pada penentuan RPN (Risk Priority Number) diatas, ada nilai Severity, Occurate, dan Detection. Lalu bagaimana cara menentukan skala dari Severity Occurate Detection

Dalam memberikan penilaian tersebut kita bisa memberikan rating dari 1 s/d 10 secara berurutan dimana rating 1 untuk kategori yang tidak parah, kemudian diikuti rating 2 s/d 10 dengan bertambahnya tingkat keparahan.

Skala Severity FMEA

Berikut ini adalah contoh pemberian skala severity FMEA :

skala nilai severity fmea

Skala Occurate FMEA

Berikut ini adalah contoh pemberian skala Occurate FMEA :

skala nilai Occurate fmea

Skala Detection FMEA

Berikut ini adalah contoh pemberian skala detection FMEA :

skala detection fmea

Tahapan Membuat Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Tahapan FMEA Menurut Mcdemott dkk, adalah :

  1. Meninjau proses atau produk
  2. Melakukan brainstorming terhadap modal kegagalan potensial.
  3. Mendaftar potensi efek yang ditimbulkan untuk setiap mode kegagalan.
  4. Menetapkan peringkat severity untuk setiap efek yang ditimbulkan.
  5. Menetapkan peringkat occurence untuk setiap efek yang ditimbulkan.
  6. Menetapkan peringkat detection untuk setiap efek yang ditimbulkan.
  7. Menghitung RPN (Risk Priority Number) untuk setiap efek yang ditimbulkan
  8. Memprioritaskan mode kegagalan yang akan ditindak lanjuti.
  9. Mengambil tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi mode kegagalan yang beresiko tinggi.
  10. Menghitung hasil RPN (Risk Priority Number)setelah mode kegagalan dikurangi atau dihilangkan.

Contoh Template / Form FMEA

contoh form fmea

Ada beberapa model template FMEA, salah satunya yang bisa kita jadikan rujukan adalah dari website “Process FMEA Template – Juran“. Gambar diatas adalah tampilan dari template form FMEA tersebut. Untuk pengisiannya akan kita lihat pada contoh pembuatan FMEA dibawah.

Contoh FMEA

contoh fmea jenis proses

Berikut ini adalah contoh sederhana dari FMEA pada proses pembuatan kopi. Misalkan kita akan membuat kopi dimana pada proses pembuatan kopi tersebut ada proses menuangkan gula dengan potensi kegagalannya yaitu salah ambil gula menjadi garam sehingga :

  • Untuk kolom “Process Step or Variable or Key Input” kita isi dengan menuangkan gula.
  • Untuk kolom “Potential Failure Mode” kita isi dengan Salah ambil gula menjadi garam
  • Untuk kolom “Potential effect” ke customer rasa kopi jadi asin, sehingga severity kita beri nilai 10 karena rasa kopi asin tentunya menurut customer bisa dikatakan parah.
  • Untuk kolom “Potential cause” dimana antara gula dengan garam tersebut mempunyai warna dan bentuk sama namun tidak terdapat label identitas sehingga untuk occurate kita beri nilai 3
  • Untuk kolom “Current Process Controls” adalah dicicip sebelum dituang yang terkadang membuat kita lupa atau terkadang kita malah berpikiran ngapain di cicipin sehingga detection kita beri nilai 4.
  • Hitung nilai RPN (Risk Priority Number) = 10 x 3 x 4 = 120
  • Untuk kolom “Action Recommended” yaitu kita isi dengan memberi label atau identitas pada masing-masing toples apakah isinya gula / garam.
  • Untuk kolom “Responbility & Target Date” misalnya kita isi : Dilaksanakan oleh ibu pada tanggal 1 Februari 2022.
  • Untuk kolom “Action taken” diisi dengan catatan setelah dilakukan
  • Kemudian kita juga melakukan evaluasi setelah kita melakukan tindakan pada kolom “Action recommended” dimana pada kolom nilai severity, occurrences, dan detection menjadi berapa nanti dan kita hitung RPN (Risk Priority Number) sebagai evaluasi.

Alat Bantu / Tools Pendukung FMEA

Banyak alat dan teknik yang dapat digunakan saat mengisi formulir FMEA. Ada banyak analisis yang dilakukan untuk melengkapi formulir.

Daftar berikut bukanlah daftar lengkap alat, tetapi contoh alat yang dapat digunakan.

  • QbD Planning Worksheets
  • Control Chart
  • Pareto Chart
  • Block Diagram
  • Selection Matrix
  • Histogram
  • Benchmarking
  • Design of Experiments
  • Process Flow Diagram
  • Scatter Plot
  • Fault Tree Diagram
  • Scalability Analysis
  • Statistical Estimation
  • Cause-Effect Diagram / Fishbone diagram
  • Regression/Correlation
  • Complexity vs. Impact
  • Product/Process Design Matrix
  • Value Analysis
  • Cost/Benefit Studies

Semoga Bermanfaat.

Tahapan Dalam Proses Manajemen Risiko Sesuai Standar ISO 31000

Tahapan Dalam Proses Manajemen Risiko Sesuai Standar ISO 31000

Dalam pengerapan standar ISO baik itu 9001 ; 45001 ; 17025 ; dll pemahaman akan manajemen risiko sangatlah penting, karena memang ada klausul tersendiri yang mempersyaratkan adanya identifikas risiko tersebut. Artikel kali ini kita akan membahas mengenai bagaimana tahapan proses manajemen risiko untuk standar ISO 31000 berikut dengan contohnya serta formulir risk register yang umum biasa digunakan beberapa perusahaan.

Pengertian dan Proses Manajemen Risiko

proses manajemen risiko

Berdasarkan standar ISO 31000 : 2009 pengertian proses manajemen risiko adalah suatu kegiatan kritikal dalam manajemen risiko karena merupakan penerapan daripada prinsip dan kerangka kerja yang telah dibangun.

Proses manajemen risiko itu sendiri terdiri dari 3 proses besar seperti pada gambar diatas yaitu :

Penetapan konteks (Establishing the context)

Penetapan konteks bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengungkapkan sasaran organisasi, lingkungan dimana sasaran hendak dicapai, stakeholders yang berkepentingan, serta keberagaman kriteria risiko dimana hal-hal ini akan membantu mengungkapkan dan menilai sifat serta kompleksitas dari risiko.

Terdapat empat konteks yang perlu ditentukan dalam penetapan konteks, yaitu :

  1. Konteks Internal dimana perusahaan atau organisasi diharapkan dapat memperhatikan sisi internal organisasi seperti struktur organisasi, kultur dalam organisasi, dan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi dari sisi internal organisasi atau perusahaan.
  2. Konteks eksternal, dimana hampir mirip seperti konteks internal, hanya saja lebih mengarah ke sisi eksternal perusahaan atau organisasi seperti pesaing otoritas, perkembangan teknologi, dll yang akan mempengaruhi pencapaian organisasi dari sisi eksternal organisasi atau perusahaan.
  3. Konteks manajemen risiko, dimana disini memperhatikan bagaimana manajemen risiko diberlakukan dan bagaimana hal tersebut akan diterapkan di masa yang akan datang.
  4. Kriteria-kriteria risiko, dimana dalam pembentukan manajemen risiko organisasi atau perusahaan itu perlu mendefinisikan parameter-parameter yang disepakati bersama untuk digunakan sebagai kriteria risiko.

Penilaian risiko (Risk Assesment)

Penilaian risiko itu sendiri terdiri dari tiga bagian, yaitu :

  1. Ientifikasi risiko, dimana organisasi atau perusahaan diharapkan bisa mengidentifikasi risiko-risiko apa saja yang dapat mempengaruhi pencapaian suatu organisasi.
  2. Analisis risiko, dimana Setelah diidentifikasi / sudah ketemu risiko-risiko apa saja yang dapat mempengaruhi pencapaian sasaran organisasi atau perusahaan, baru kemudian dilakukan analisis risiko kaitannya dengan kemungkinan dan dampak dari risiko yang sudah diidentifikasi tadi.
  3. Evaluasi Risiko, Setelah dianalisis maka hasil analisis risiko dan kriteria risiko akan diperbandingkan kemudian akan ditentukan bagaimana penanganan risiko selanjutnya yang nantinya akan diterapkan.

Penanganan / Perlakuan risiko (Risk Treatment)

Dalam menghadapi risiko terdapat empat penanganan risiko yang bisa diambil oleh organisasi, yaitu :

  1. Menghindari risiko (Risk ovoidance)
  2. Mitigasi risiko (Risk reduction), dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan atau dampak yang kaki tinggi terhadap perusahaan atau organisasis
  3. Transfer risiko ke pihak ketiga (Risk sharing)
  4. Menerima risiko (Risk Acceptance)

Dapat dilihat terkait dengan tiga proses besar diatas, mulai dari penetapan konteks, penilaian risiko, dan penanganan risiko, maka proses-proses tersebut didampingi oleh dua proses yaitu :

  • Komunikasi dan konsultasi

Untuk komunikasi dan konsultasi menjadi bagian yang penting pada saat menerapkan proses manajemen risiko, karena dalam prinsip manajemen risiko yang ke-9 menuntut manajemen risiko transparan dan inklusif, dimana manajemen risiko harus dilakukan oleh seluruh bagian organisasi dan memperhitungkan kepentingan dari seluruh stakeholder organisasi.

Adanya komunikasi dan konsultasi diharapkan dapat menciptakan hubungan yang memenuhi pada kegiatan manajemen risiko dan membuat kegiatan manajemen risiko menjadi tepat sasaran.

  • Monitoring dan Review.

Monitoring dan review juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena untuk memastikan bahwa implementasi manajemen risiko telah berjalan sesuai dengan perencanaan yang dilakukan. Hasil monitoring dan review juga dapat nantinya digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk melakukan perbaikan terhadap proses manajemen risiko.

Manajemen risiko sendiri sebetulnya merupakan proses esensial dalam organisasi untuk memberikan jaminan yang wajar terhadap pencapaian tujuan organisasi. Prinsip manajemen risiko merupakan pondasi dari kerangka kerja dan proses manajemen risiko sedangkan kerangka kerja manajemen risiko merupakan struktur pembangunan proses manajemen risiko.

Proses manajemen risiko merupakan penerapan inti dari manajemen risiko sehingga harus dijalankan secara komprehensif, konsisten, dan terus diperbaiki sesuai dengan keperluan.

pengertian manajemen risiko
Gambar diatas merupakan tampilan lain dari proses manajemen risiko ISO 31000 dimana terdiri dari tiga tahap yaitu :

  1. Penetapan konteks
  2. Penilaian risiko
  3. Penanganan risiko

Diharapkan dengan adanya proses manajemen risiko ini maka perusahaan mampu untuk mengelola risiko-risiko yang ada di dalam perusahaannya yang nantinya bisa mempengaruhi tujuan dari pencapaian organisasi.

Dapat dilihat untuk risk analysis akan berkaitan erat dengan level risiko dampak dan frekuensi terkait dengan risiko-risiko yang sudah diidentifikasi, kemudian kita evaluasi risiko tersebut diperbandingkan dengan kriteria kemudian nanti akan keluar bagaimana langkah atau penanganan yang tepat untuk mengatasi / mengelola risiko yang sudah diidentifikasi dan dianalisis oleh perusahaan.

Proses manajemen risiko bisa berjalan dengan baik apabila dilakukan komunikasi dan konsultasi kemudian monitoring dan review.

tujuan manajemen risiko
Dapat dilihat pada gambar diatas, yang namanya proses manajemen risiko bentuknya adalah lingkaran dimana proses yang ada di dalam manajemen risiko itu tidak akan berhenti. Jadi dari penetapan konteks / pembentukan konteks kemudian penilaian risiko sampai dengan penanganan risiko setelah point-point tersebut selesai kemudian dikomunikasikan dan dikonsultasikan juga dilakukan monitoring dan review. Jadi kemungkinan akan berulang terus, apakah penanganan risiko itu sudah efektif sesuai ataukah masih butuh untuk diperbaiki.

Contoh Proses Manajemen risiko

contoh proses manajemen risiko

Tahapan Identifikasi risiko

Mulai dari mengidentifikasi risiko terhadap sumber risiko, kejadian mungkin terjadi, penyebab atau area terkena dampak dari risiko tersebut. Setelah identifikasi risiko tersebut kemudian dilanjutkan ke proses analisis risiko.

Tahapan Analisis Risiko

Proses analisis risiko dilakukan terhadap potensi risiko yang meliputi pagi frekuensi dan dampak, like / hood dan impact dari risiko. Kemudian juga mempertimbangkan kontrol-kontrol yang sudah ada serta analisis kuantitatif, semi kuantitatif maupun kualitatif. Setelah analisis risiko baru kemudian baru dilakukan evaluasi risiko.

Tahapan Evaluasi Risiko

Proses evaluasi hasil analisis risiko, dimana diperbandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan sehingga nanti bisa untuk penentuan risk treatment atau penanganan risiko.

Kategori Risiko

Risiko itu terbagi menjadi beberapa kategori antara lain :

  • Strategic Risk

Legal, reputation, regulation kemudian bisnis change.

  • Financial Risk

Price, Curency, Kredit, Liquidity

  • Hazard Risk, terbagi menjadi tiga :
    1. Kerusakan aset produktif contohnya : bencana alam, kebakaran, atau human error, kerusuhan sosial.
    2. Kematian dan kecelakaan kerja contohnya : kematian kerja, kecelakaan kerja, dan kejadian alam
    3. Aancaman kelangsungan usaha contohnya : Downtime system operasi
  • Operational Risk, berkaitan dengan kegiatan operasional di dalam organisasi atau perusahaan
  • Human Resource
    1. Kompetensi Personel
    2. Career development system
    3. Satifactory indra
  • Bisnis Proses Organization
    1. ISO
    2. Efficiency
    3. Effectiveness
    4. SOP
  • Organitaion
    1. Decision System
    2. Approval system
    3. Complete Functional
  • Enginering / Techonology
  • IT (System Informasi)
    1. Network Internal
    2. Security IT

Teknik Identifikasi risiko

Ada beberapa teknik yang bisa diambil pada saat organisasi atau perusahaan ingin mengidentifikasi risiko, antara lain :

  • Teknik Pencarian Informasi
    1. Kuisoner
    2. Brainstorming
    3. Teknik Delphi
    4. Wawancara
    5. Root cause analisis
    6. Fishbone diagram / diagram tulang ikan
  • Kajian dokumen

RJPP, RKAP, Rencana strategis, Target fungsi / area, dll

  • Analisis stakeholde

Menggunakan pendekatan analisis power and interst terhadap pemangku kepentingan yang memiliki ekspetasi terhadap operasi perusahaan.

Dari hasil teknik identifikasi risiko tersebut, maka risiko-risiko yang belum mendapatkan penanganan diharapkan dapat diperkecil probabilitasnya atau dampaknya sedangkan untuk risiko yang sudah ada tindakan penanganannya diharapkan risiko akan mengalami penurunan.

Kemudian risiko-risiko sekunder, yang kaitannya dengan risiko-risiko yang disebabkan oleh tindakan penanganan yang dilakukan pada risiko inheren.

Sumber-Sumber Risiko

Sumber-sumber risiko dapat bermacam-macam bisa dari eksternal maupun bisa dari internal.

Sisi eksternal misalnya :

  • Lingkungan legal
  • Lingkungan fisik
  • Regulator
  • Hubungan politik
  • Lingkungan ekonomi
  • Lingkungan operasional
  • Supplier
  • Konsumen
  • Lngkungan sosial
  • Pesaing

Risiko & Problem Pada Berbagai Aspek

Sumber Daya Manusia

Risiko dan problem pada aspek sumber daya manusia antara lain :

  • Terlalu tergantung pada jumlah staf yang sedikit atau banyak
  • Problem dengan dan antara staf
  • Problem dengan pekerja eksternal atau kontraktor
  • Kondisi dan desain tempat kerja yang buruk
  • Pelecehan sexual
  • Tindakan kriminal
  • Konflik budaya agama
  • Rasa tidak adil
  • Penempatan pekerja yang tidak tepat
  • Kesulitan bahasa
  • Keahlian pekerja tidak memadahi
  • Kurangnya pelatihan dan pengembangan karyawan

Baca Juga Artikel : Pelatihan / Training Kalibrasi Alat Ukur

Operasional

Resiko dan problem pada aspek operasional antara lain :

  • Produk jasa yang tidak aman
  • Rusaknya infrastruktur atau peralatan karena sudah termakan usia
  • Tidak tersedianya suku cadang peralatan
  • Pekerja yang tidak berpengalaman
  • Konflik perencanaan dan jadwal pekerjaan

Keuangan Akuntansi / Perpajakan

Risiko dan problem yang bisa timbul dari aspek keuangan akutansi / perpajakan antara lain :

  • Lemahnya manajemen aset dan kewajiban
  • Denda atau salah bayar
  • Piutang tak tertagih
  • Skema bisnis yang tidak menguntungkan
  • Sistem akuntansi dan pelaporan yang tidak akurat

Bencana dan kecelakaan

Risiko dan problem pada aspek bencana dan kecelakaan antara lain :

  • Hilangnya individu kunci
  • Epidemic ada pekerja
  • Banjir kebakaran gempa
  • Listrik mati
  • Sabotase
  • Teroris, anarkis, demonstrasi

Legal dan Regulasi

Risiko dan problem pada aspek legal dan regulasi antara lain :

  • Regulasi yang menghambat
  • Tumpang tindihnya regulasi
  • Perizinan yang bermasalah

Teknologi Informasi

Risiko dan problem pada aspek teknologi informasi antara lain :

  • Sistem informasi tidak memadai
  • Rusaknya perangkat IT

Formulir Risk Register

 

Pada saat kita akan mengidentifikasi risiko akan ada yang namanya formulir risk register (formulir registrasi) dimana hal ini merupakan proses yang dilaksanakan oleh risk officer dari tiap divisi atau satuan dalam melakukan assesment risiko yang mulai dari identifikasi, analisis, dan mitigasinya terhadap seluruh risiko yang ada di tiap divisi / satuan yang kemudian hasil assesment risiko tersebut dicatatkan dalam formulir risk register. Berikut ini adalah contoh dari formulir risk register.

formulir risk registerTerdapat beberapa kolom penting antara lain :

  • Identifikasi risiko
  • Inheren risiko / risiko belum ditangani / belum ada treatmentnya
  • Residual risiko, harapannya adalah ketika sudah ada treatment maka inheren risiko menjadi turun risikonya pada saat masuk di residual risiko

Sedemikian pentingnya pemahaman mengenai manajemen risiko ini, tak heran hampir semua konsultan, misalnya konsultan ISO 17025 : 2015 menjadikannya sebagai materi training tersendiri yang diberikan kepada kliennya untuk mempermudah penyusunan dokumen standar ISO serta persiapan menghadapi akreditasi dari badan sertifikasi bersangkutan.

Semoga bermanfaat.

Referensi

Kuliah Online Proses Manajemen Risiko

Penjelasan Singkat Klausul 4.1 dan 4.2 SNI ISO 9001 : 2015

Penjelasan Singkat Klausul 4.1 dan 4.2 SNI ISO 9001 : 2015

Pemahaman akan persyaratan di dalam SNI ISO 9001 : 2015 merupakan hal yang sangat penting sehingga implementasi di dalam perusahaan menjadi optimal dan pada akhirnya kita akan mendapatkan manfaat yang maksimal dalam penerapan sistem manajemen mutu SNI ISO 9001 : 2015 itu sendiri. Ada beberapa klausul di dalam standar tersebut, namun kali ini kita akan membahas mengenai klasul 4.1 dan klausul 4.2 ISO 9001 : 2015 yaitu tentang bagaimana cara memahami konteks organisasi serta memahami kebutuhan dan harapan pihak berkepentingan.

klasul 4.1 ISO 9001 : 2015 : Memahami Konteks Organisasi

klasul 4.1 ISO 9001 2015 Memahami Konteks Organisasi

ISO 9001 : 2015 mempersyaratkan klausul ini supaya sistem manajemen mutu yang tercipta yang tercipta benar-benar sesuai bagi perusahaan dengan mempertimbangkan semua kondisi dan situasi saat ini yang terjadi pada perusahaan.

Apa itu konteks organisasi dan bagaimana cara menyusunnya?

Klausul 4.1 ISO 9001 : 2015 mempersyaratkan dimana :

  • Organisasi harus menetapkan isu internal dan eksternal
  • Isu internal dan eksternal harus dikaji ulang dan dimonitor
  • Isu dapat mencakup positif dan negatif

Suatu sistem organisasi di dalam perusahaan tidak tergantung secara internal saja, namun juga tergantung dari faktor eksternal. Contoh yang beberapa tahun belakangan ini terjadi adalah dengan adanya covid 19. Dimana dengan adanya covid 19 tersebut tentunya berdampak pada aktivitas di dalam perusahaan.

Sehingga kita harus mengidentifikasi konteks organisasi di perusahaan kita tersebut apa saja baik itu isu internal dan isu eksternal.

Sumber isu internal bisa berasal dari kajian dokumen-dokumen perusahaan seperti :

  1. Hasil rapat internal
  2. Kajian dokumen internal
  3. Publikasi eksternal
  4. Hasil rapat dengan pelanggan / pihak lain (stakeholder)
  5. Hasil audit internal dan eksternal
  6. Hasil rapat tinjauan manajemen
  7. Rencana strategis
  8. Dll

Contoh Sumber Isu Internal

Berikut ini adalah beberapa contoh isu internal yang dapat kita jadikan panduan :

  1. Struktur organisasi, misalnya : tumpang tindih pekerjaan, jabatan yang kosong, dll
  2. Pengelolaan operasional, misalnya : kurangnya inovasi atau pengembangan produk baru, kurangnya pengawasan terhadap mitra bisnis (distributor / suplier pemasok)
  3. Kinerja perusahaan, misalnya penjualan 1 tahun terakhir yang menurun.
  4. Sarana dan prasarana, misalnya peralatan yang dimiliki masih kuno, fasilitas bangunan produksi perlu diperbaruhi.
  5. SDM : Kompetensi karyawan kurang, tingkat keluar masuk karyawan yang cukup tinggi, budaya, serikat pekerja
  6. Kondisi / lingkungan operasional
  7. Aktivitas / Operasional, tingkat kepuasan pelanggan, kinerja sistem (audit, dll)

Contoh Sumber Isu Eksternal

Isu internal dapat kita cari dengan rumus PESTLE, yaitu :

  1. Politic, misalnya : Adanya pemilu, international trade agreements, dll
  2. Economic, misalnya : Adanya inflasi, situasi ekonomi, menurunnya daya beli masyarakat, dll
  3. Social, misalnya : adanya wabah covid 19, tuntutan masyarakat sekitar perusahaan untuk dapat bekerja,dll
  4. Technological, misalnya : Adanya peralatan dengan teknologi baru, material baru, dll
  5. Legal, misalnya : Peraturan UU terkait dengan jasa dan barang, sertifikasi SNI, sertifikasi halal, perijinan, dll
  6. Environmental, misalnya : Isu terkait dengan lingkungan industri, Banyaknya kompetitor penjual produk yang sama dengan harga yang relatif lebih murah. Seperti kita ketahui saat ini, banyak sekali bermunculan usaha mikro yang membuat produk serupa dengan perusahaan kita degan harga jual yang lebih murah. Hal ini tentunya harus kita jadikan isu eksternal karena akan berpengaruh pada perusahaan.

Catatan Penting 

Kita perlu mengidentifikasi isu internal dan eksternal yang ada di organisasi / perusahaan kita. Apa masalah-masalah yang ada?

Klausul 4.2 ISO 9001 : 2015 : Memahami kebutuhan dan Harapan Pihak Berkepentingan

Klausul 4.1 ISO 9001 2015

Seperti yang kita ketahui, klausul 4.2 ISO 9001 : 2015 memahami kebutuhan dan harapan pihak berkepentingan. Setiap perusahaan memiliki pihak berkepentingan / pemangku kepentingan yang unik / berbeda-beda. Dalam menentukan pihak berkepentingan kita bisa menggunakan patokan antara lain :

  1. Memiliki pengaruh terhadap resiko dan peluang
  2. Berdampak terhadap kinerja perusahaan
  3. Berdampak terhadap pasar
  4. Berdampak terhadap pengambilan keputusan dan aktivitas perusahaan.

Pihak-pihak berkepentingan tersebut biasanya kita buat dalam bentuk tabel yang dimasukkan dalam manual mutu.

Sebelum kita memahami kebutuhan dan harapan pihak-pihak berkepentingan, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu siapa pihak-pihak berkepentingan tersebut. Siapa saja pihak-pihak berkepentingan yang ada di perusahaan kita?

Setelah kita tahu pihak-pihak berkepentingan yang terkait dengan perusahaan kita, baru kita mencari / melihat / memahami kebutuhan mereka itu apa saja.

Cara Mengetahui Pihak Berkepentingan :

Kegiatan dan cara untuk mengidentifikasi pihak berkepentingan dan harapan pihak berkepentingan :

  1. Hasil kajian order yang diterima dari pelanggan / kontrak.
  2. Peraturan perundangan yang terkait dengan barang dan jasa
  3. Kontrak supplier / vendor
  4. Kerja sama tertulis dengan kawasan / lingkungan
  5. Peraturan perusahaan
  6. Ijin pemerintah
  7. Reviewing supply chain relationship
  8. dll

Untuk memberikan pemahaman mengenai pihak-pihak berkepentingan yang ada di perusahaan, berikut ini adalah beberapa contoh siapa saja pihak berkepentingan tersebut berikut dengan harapan dan kebutuhannya :

Pelanggan

Pelanggan merupakan pihak berkepentingan yang paling relevan, karena tujuan dari sistem manajemen mutu itu sendiri adalah memenuhi harapan pelanggan. Jika kita menggunakan patokan diatas maka pelanggan berdampak terhadap pasar. Harapan dari pelanggan misalnya, adanya nilai tambah pada produk, kualitas produk yang bagus, harga produk yang murah, layanan sesuai kontrak yang telah disepakati, dll.

Hal ini tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan, bagaimana kita memenuhi harapan pelanggan tersebut dimana kualitas produk yang kita berikan bagus namun tetap tidak merugikan perusahaan.

Pemilik / Owner

Harapan pemilik misalnya terkait dengan kinerja keuangan di dalam perusahaan, yaitu keuntungan yang besar dari perusahaan. Namun ada juga pemilik perusahaan yang mempertimbangkan bahwa produk yang dihasilkan perusahaan memberikan manfaat yang luas bagi penggunaanya. Harapan pemilik lainnya adalah adanya aset perusahaan yang terlindungi, dll.

Supplier & Partner

Misalnya partner untuk perbaikan mesin perusahaan, supplier bahan baku, supplier bahan penolong, ekspedisi / transportasi. Harapan dari supplier ini antara lain kerja sama yang berkesinambungan dan saling menguntungkan sebagai pemasok perusahaan kita dengan harga yang rasional.

Serikat Pekerja

Adanya kesepakatan kerja antara anggota serikat dengan perusahaan, misalnya fasilitas apa saja yang didapatkan serikat pekerja, misalnya : persentase kenaikan gaji, uang transport, asuransi kesehatan pekerja,

Regulator / Pemerintah

Misalnya mitra kerja yang kooperatif berupa kepatuhan pada undang-undang / regulasi yang berlaku yang diterbitkan oleh regulator / pemerintah, baik itu regulasi tentang persyaratan terhadap produknya, regulasi tentang lingkungan kerjanya, regulasi tentang kesehatan keselamatan kerjanya, dll.

Masyarakat

Misalnya adanya kontribusi yang positif, misalnya : pekerja yang ada di perusahaan sebagian diambil dari masyarakat sekitar, dll

Bankir

Kebutuhan dari bankir misalnya ketepatan dalam pembayaran gaji. Sebagian besar bankir tentunya mengharapkan perusahaan melakukan pembayaran gaji karyawannya dengan tepat waktu.

Karyawan

Misalnya kepuasan kerja / bekerja dalam kondisi yang aman dan nyaman serta kesejahteraan terjamin, cuti berapa hari dalam 1 tahun, dll.

Setelah kita tahu pihak-pihak berkepentingan pada perusahaan, maka kita perlu mengidentifikasi / memahami kebutuhan / harapan dari pihak-pihak berkepentingan tersebut.

Setelah kita menentukan kebutuhan / harapan pihak-pihak berkepentingan tersebut, kita perlu melakukan tindakan untuk memenuhi harapan pihak-pihak tersebut. Setelah itu perlu dilakukan monitoring (klausul 9.1 ISO 9001 : 2015) terhadap kebutuhan / harapan pihak berkepentingan tersebut, apakah kita sudah dapat memenuhi kebutuhan / harapan mereka kemudian kita review di dalam rapat tinjauan manajemen (klausul 9.3 ISO 9001 : 2015) apakah kebutuhan / harapan pihak berkepentingan tersebut masih relevan dengan kebutuhan sekarang / mungkin ada kebutuhan lain dari pihak berkepentingan tersebut yang belum kita identifikasi.

Catatan Penting

Dari hal tersebut diatas, jika dibuat siklus, maka kebutuhan / harapan pihak berkepentingan ditentukan (klausul 4.2) kemudian dimonitor (klausul 9.1) dan direview (klausul 9.3).

Semoga bermanfaat.

Pengertian CAPA (Corrective Action and Preventive Action)

Pengertian CAPA (Corrective Action and Preventive Action)

Proses dalam suatu perusahaan, meskipun sudah direncanakan dan dikendalikan semaksimal mungkin, namun tetap saja terkadang terjadi ketidaksesuaian. Harapan kita, tentunya ketidaksesuaian ini cepat teratasi dan tidak terulang kembali di kemudian hari dengan melakukan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan (TPP) atau CAPA (Corrective Action dan Preventive Action). Pada artikel ini kita akan belajar terkait dengan CAPA baik dari pengertian, siapa serta cara menyusun CAPA tersebut.

Pengertian CAPA (Corrective Action dan Preventive Action)

tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan

CAPA / Tindakan Perbaikan dan Pencegahan (TPP) merupakan suatu upaya untuk :

  1. Mengatasi ketidaksesuaian terhadap standar, pedoman, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku (corrective action).
  2. Menghindari terjadinya ketidak sesuaian yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan cara proaktif melakukan tindakan peningkatan (preventive action)

Mengapa dan Siapa yang Menyusun CAPA ?

Mengapa kita harus menyusun CAPA?

  1. Karena penyusunan CAPA akan memberikan keuntungan bagi pelaku usaha diantaranya :
  2. Mencegah kerugian yang mungkin terjadi seperti kerusakan produk.
  3. Meningkatkan kepatuhan terhadap standar pedoman dan ketentuan yang berlaku.

Dalam menyusun CAPA sangat diperlukan kerjasama tim antara :

  1. Manajemen atau pemilik usaha sebagai fasilitator.
  2. Penanggungjawab sebagai team leader dan
  3. Personil terkait lainnya.

Perlu diingat bahwa kunci keberhasilan CAPA ditentukan oleh komitmen dan keterlibatan dalam tim tersebut.

Kapan Menyusun CAPA ?

CAPA disusun sesegera mungkin apabila :

  1. Terdapat penyimpangan dalam operasional, misalnya dalam perusahaan farmasi : terjadi kenaikan suhu ruang penyimpanan, beberapa obat diletakkan di lantai tanpa dialasi palet, atau tidak konsisten dalam penulisan nomor batch dan kadaluarsa pada kartu stok atau sistem.
  2. Ada temuan saat audit internal / inspeksi diri.
  3. Ada temuan audit eksternal, misalnya pemeriksaan dari instansi pemerintah seperti Badan POM.
  4. Ada keluhan atau komplain dari pelanggan.

Persyaratan CAPA

  1. Bisa mengatasi ketidak sesuaian atau temuan sampai dengan akar masalah.
  2. Sesuai persyaratan atau ketentuan yang berlaku.
  3. Dapat diterapkan sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki pelaku usaha tersebut tentunya sesuai dengan persyaratan yang berlaku.

Format / Template CAPA (corrective and preventive action)

Berikut ini adalah salah satu dari format CAPA

cara membuat capa

  • Kolom I. Nomor, diisi dengan nomor
  • Kolom II. Temuan dan observasi, diisi dengan temuan hasil pemeriksaan oleh auditor
  • Kolom III. GAP Analysis, diisi dengan akar penyebab masalah terjadinya ketidak sesuaian dengan persyaratan
  • Kolom IV. Dampak, diisi dengan akibat yang ditimbulkan apabila tidak sesuai dengan persyaratan
  • Kolom V. TPP (Tindakan perbaikan dan pencegahan) atau CAPA (Corrective Action dan Preventive Action), diisi dengan rencana tindakan perbaikan dan pencegahan.
  • Kolom VI. Batas Waktu penyelesaian, diisi dengan batas waktu penyelesaian semakin cepat masalah diselesaikan maka semakin kecil kerugian yang ditimbulkan.
  • Kolom VII. PIC, diisi dengan personel yang bertanggungjawab sesuai dengan uraian tugas misalnya : apoteker atau karyawan lain yang ditunjuk.
  • Kolom VIII. Bukti perbaikan diisi dengan bukti telah dilaksanakannya perbaikan, bukti perbaikan dapat berupa dokumen atau foto. Jika perbaikan yang dilakukan dengan pembuatan SOP / prosedur, maka dokumen SOP harus dilampirkan. Selain itu bukti sebelum dan sesudah perbaikan juga dilampirkan.

Cara Membuat CAPA

  • Identifikasi masalah

Identifikasi masalah yaitu menetapkan masalah secara jelas spesifik. Masalah merupakan penyimpangan terhadap target atau standar. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan mempelajari data yang tersedia. bentuk-bentuk masalah antara lain reject / penolakan, kesulitan atau hambatan atau kekurangan, kecelakaan, pemborosan, atau biaya yang tinggi.

  • Evaluasi

Dilakukan untuk menentukan prioritas masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu, meskipun semua masalah pada akhirnya harus diselesaikan. Evaluasi mencakup besarnya dampak seperti biaya, keamanan, kepuasan pelanggan, tingkat keseriusan masalah (seberapa mendesak masalah harus segera diselesaikan), dan frekuensi terjadinya masalah.

  • Investigasi

Investigasi diawali dengan menyusun rencana investigasi dan melakukan investigasi termasuk dari sisi eksternal untuk menentukan sebab-sebab terjadinya masalah.

  • Analisa

Analisa penyebab masalah dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain :

Diagram tulang ikan / fishbone a/ ishikawa, metode pohon Logika, dan metode pareto.

Analisa akar penyebab masalah juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode bertanya “mengapa sebanyak lima kali atau lebih dikenal dengan istilah five why”. Meskipun tidak dipatok sebanyak lima kali, namun boleh lebih maupun kurang.

Penggunaan “why” adalah sampai batas wewenang pelaku usaha jika jawaban dari “why” sudah diluar wewenang pelaku usaha maka berhenti dan “why” terakhir yang masih dalam batas kewenangan pelaku usaha itulah yang merupakan akar penyebab masalah.

Jawaban dari “why” harus sesuai fakta bukan opini dimana “why” lah punya merupakan akar atau penyebab dari “why” sebelumnya.

Hasil dari metode “five ways” inilah yang dituliskan di kolom gap analysis dalam format CAPA.

  • Rencana tindakan

Dilakukan dengan menentukan metode atau cara terbaik dan untuk mencegah terjadinya pengulangan masalah di kemudian hari.

Rencana tindakan memuat semua tugas atau pekerjaan secara jelas, penanggung jawab atau pelaksana atau PIC dan batas waktu pelaksanaan perbaikan.

  • Implementasi

Lakukan implementasi dari rencana tindakan dan mengomunikasikan terhadap pihak terkait baik internal maupun eksternal.

  • Tindak lanjut

Berfungsi untuk memverifikasi dan menilai efektivitas dari kegiatan yang telah dijalankan termasuk memastikan bahwa semua karyawan memahami perubahan yang telah dijalankan.

Adapun hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam penyusunan CAPA antara lain :

  • Tentukan akar penyebab masalah. akar penyebab masalah bukan berupa Pengulangan dari temuan.
  • Mencantumkan batas waktu pelaksanaan perbaikan dan PIC atau penanggungjawab untuk masing-masing tahap perbaikan.
  • Menyertakan bukti perbaikan termasuk kondisi sebelum dan sesudah perbaikan.

Contoh Tindakan Perbaikan dan Tindakan Pencegahan (TPP) / CAPA

five why why analysis

Contoh 1 :

Temuan penyimpanan produk rantai dingin atau CCP yang memiliki syarat penyimpanan 2 – 8 °C tidak dilakukan monitoring suhu.

Untuk menentukan akar penyebab masalah dapat digunakan metode “five why”dimana “why” selanjutnya adalah penyebab atau akar dari why” sebelum.

  • “Why 1” Mengapa penyimpanan CCP tidak dilakukan monitoring suhu?

Karena tidak tahu kalau menyimpan CCP harus dilakukan monitoring suhu.

  • “Why 2” Mengapa tidak tahu kalau menyimpan CCP harus dilakukan monitoring suhu?

Karena tidak tercantum pada sop penyimpanan.

  • “Why 3” Mengapa tidak tercantum pada SOP penyimpanan?

Karena tidak membaca peraturan terkait penyimpanan CCP.

  • “Why 4” Mengapa tidak membaca peraturan terkait di penyimpanan CCP.

Karena tidak ada waktu membaca peraturan.

  • “Why 5”  Mengapa tidak membaca peraturan?

Dari analisa diatas dapat kita ketahui bahwa mulai “Why 4” dan “Why 5” sudah diluar wewenang, sehingga akar penyebab masalah adalah “Why 3” yaitu tidak tercantum pada SOP penyimpanan.

Setelah didapatkan akar penyebab masalah kita dapat menyusun rencana tindakan perbaikan dan pencegahan dari kasus tersebut.

Rencana tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan (TPP)/ CAPA yang dapat disusun adalah :

  1. Melakukan inventarisasi persyaratan-persyaratan penyimpanan CCP, meninjau ulang, dan menyusun SOP sesuai peraturan yang berlaku.
  2. Menunjuk petugas untuk melakukan monitoring suhu CCP secara rutin dan mensosialisasikan perubahan SOP kepada semua karyawan.

Bukti sosialisasi dapat berupa daftar hadir foto atau notulensi yang berisi waktu pelaksanaan jumlah peserta, pelaksana sosialisasi, dan materi sosialisasi.

contoh 2 :

Temuan saat penerimaan obat tidak dilakukan pengecekan terhadap nomor izin edar dan nomor bets.

Penentuan akar penyebab masalah menggunakan metode “five why”

  • “Why 1”

Penerimaan obat tidak dilakukan pengecekan terhadap nomor izin edar dan nomor bet.

Dikarenakan..

  • “Why 2” karena tidak tahu kalau terima obat harus dicek nomor izin edar dan nomor bets.

Dikarenakan…

  • “Why 3” karena tidak pernah membaca sop penerimaan.

Dikarenakan…

  • “Why 4” tidak ada waktu untuk membaca mandiri.

Dari analisa diatas diketahui bahwa “Why 4” sudah diluar wewenang pelaku usaha sehingga akar penyebab masalah adalah “Why 3” yaitu tidak pernah membaca SOP / prosedur penerimaan diakibatkan tidak pernah diadakan sosialisasi SOP penerimaan.

Dari akar masalah tersebut dapat kita susun rencana tindakan meliputi :

  • Mensosialisasikan SOP penerimaan kepada semua karyawan.
  • Memastikan bahwa semua karyawan memahami SOP.

Perlu diingat bukti sosialisasi juga perlu dilampirkan dalam format CAPA yang dikumpulkan

Semoga bermanfaat.