Uji profisiensi merupakan hal yang sangat penting bagi laboratorium pengujian, karena melalui UP ini laboratorium bersangkutan dapat membandingkan kinerjanya terhadap laboratoium lain yang sejenis, dan juga yang paling penting adalah jika laboratorium tersebut dapat dengan segera melakukan tindakan perbaikan jika terjadi ketidaksesuaian.
Nah.. Kali ini kita akan sedikit membahas mengenai manfaat yang bisa didapatkan jika laboratorium mengikuti uji Profisiensi.
Singkatan :
UP : Uji Profisiensi
PUP : Penyelenggara Uji Profisiensi
CRM : Certified reference materials
SDPA : Standard Definition for Professiency Assessment
Daftar Isi
Manfaat Uji Profisiensi Bagi Laboratorium
Dengan mengikuti UP, laboratorium pengujian akan mendapatkan beberapa manfaat, antara lain sebagai berikut :
-
Pemeriksaan Mutu Data Uji Secara Reguler, Eksternal, dan Tidak Memihak (independent)
Di dalam uji profesiensi, data laboratorium diperiksa lewat perolehan angka (score) untuk hasil uji yang dilakukan laboratorium tersebut dalam bentuk Z Score.
Zscore = (Xi – X) / SDPA
DImana :
Xi adalah hasil yang dilaporkan setiap laboratorium atau masing-masing laboratorium.
X adalah nilai yang ditetapkan untuk bahan UP yang dibagikan.
SDPA adalah Standard Definition for Professiency Assessment (suatu nilai standart deviasi bagi profesiensi terkait)
Keikutsertaan laboratorium dalam UP hendaknya reguler, setidaknya 1 x dalam setahun. Inilah yang dimaksud dengan pemeriksaan data uji secara reguler.
Penyelenggara uji profisiensi (PUP) adalah pihak di luar laboratorium, sehingga pemeriksaan mutu data dilakukan secara eksternal. Karena UP dilakukan oleh pihak luar yang tidak memihak maka pemalsuan terhadap hasil uji dapat terhindar.
Hal ini tentunya lebih baik dibandingkan dengan misalnya : pemeriksaan mutu data laboratorium dilakukan menggunakan CRM. Dimana dapat saja terjadi apabila seorang analis menemukan bahwa hasil uji yang diperolehnya dari CRM yang digunakannya diluar batas ± dari apa yang tercantum pada sertifikat CRM, jika analis tersebut mau mengubahnya maka hal tersebut dimungkinkan karena semua dilakukan secara internal.
Hal tersebut tentunya tidak dimungkinkan pada UP yang dilakukan oleh pihak luar / eksternal.
-
Dukungan Komitmen untuk Mempertahankan Mutu Data
Keberhasilan dari laboratorium dalam keikutsertaannya pada UP merupakan alat yang ampuh di dalam memberikan kepercayaan diri akan kompetensi laboratorium terhadap badan akreditasi, regulator, pelanggan dan personil laboratorium sendiri.
Ukuran keberhasilan bukan hanya dari perolehan nilai :
|Zscore| < 2 atau bahkan mungkin mendekati nol
Tapi yang jauh lebih penting adalah keberhasilan dalam menemukan penyebab terjadinya hasil yang tidak memuaskan. Melalui investigasi hasil yang tidak memuaskan dan kemudian laboratorium memperbaikinya dengan melakukan tindakan koreksi, termasuk didalamnya memantau keefektifan dari tindakan koreksi tersebut.
Jadi sekalipun laboratorium mendapatkan nilai Zscore yang kurang baik, tetap ada manfaat dari keikutsertaan dalam UP lewat proses investigasi koreksi dan corrective action yang dilakukan laboratorium.
Baca Juga : Pengertian CAPA (Corrective Action and Preventive Action)
-
Memberikan Motivasi Untuk Memperbaiki Unjuk Kerja dalam Pengujian
Partisipasi dalam UP merupakan salah satu cara untuk menilai kompetensi personil laboratorium. Personil laboratorium yang melakukan pengujian terhadap sampel UP biasanya menantikan laporan uji profisiensi dari PUP.
Hal tersebut menunjukkan adanya bukti motivasi dari personil laboratorium tersebut.
Kinerja dari UP itu dapat mencerminkan kompetensi dalam melakukan suatu pengujian. Meskipun selalu ada resiko untuk terjadinya kolusi dan pemalsuan hasil dimana dapat saja antar personil laboratorium saling mencari informasi, misalnya :
Personil laboratorium 1 menelepon personil laboratorium 2 menanyakan berapa nilai yang diperoleh untuk sampel dengan kode A dan sebagainya.
Pernah ada cerita dimana terjadi pemalsuan hasil yaitu pada suatu UP menggunakan pupuk KCL palsu dimana Pupuk KCl biasanya mengandung ± 60 % K.
Karena pupuk tersebut palsu maka K yang terkandung hanya 0,6 % saja.
Dalam suatu UP pada saat dibagikan pupuk palsu tersebut terjadi ada beberapa laboratorium peserta UP yang melaporkan hasil 60 %.
Hal ini adalah suatu bukti terjadinya pemalsuan dan PUP mempunyai cara untuk mengatasi masalah pemalsuan hasil tersebut.
-
Mendukung Peningkatan Mutu Sesuai Standar untuk Keperluan Akreditasi atau Keperluan lainnya.
Melalui UP laboratorium dapat mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam laboratorium dan juga kesesuaian metode uji laboratorium untuk digunakan pada matriks berbeda dapat terperiksa.
Terkadang sampel yang diperoleh suatu laboratorium mempunyai matriks yang kurang lebih sama.
Apabila laboratorium mengikuti UP dengan matriks berbeda maka jika ternyata metode uji yang dipunyai laboratorium dapat digunakan untuk matriks berbeda maka laboratorium dapat memperluas ruang lingkup pengujiannya.
Namun apabila ternyata tidak sesuaipun tetap bermanfaat karena modifikasi terhadap metode dapat dilakukan dengan lebih terarah didasarkan atas hasil UPnya apakah z-score yang diperolehnya z-score positif atau negatif, atau penyimpangan positif atau negatif kah yang diperoleh laboratorium?
Dengan demikian laboratorium dapat memperbaiki pengujiannya ke arah yang sesuai.
Salah satu persyaratan untuk mengajukan akreditasi adalah pernah berpartisipasi dalam UP.
Jadi keikutsertaan dalam UP dibutuhkan apabila laboratorium akan mengajukan akreditasi atau sudah terakreditasi karena merupakan kewajiban bagi laboratorium untuk ikut serta dalam UP secara reguler.
-
Membantu Mengidentifikasi adanya Penyimpangan Masalah dalam Pengujian
Misalnya : laboratorium memperoleh Zscore + 3,5 atau sebaliknya – 3,5.
Penyimpangan positif berarti hasil uji laboratorium lebih besar dari yang seharusnya sedangkan penyimpangan negatif berarti hasil uji laboratorium lebih kecil dari seharusnya.
Dari perolehan angka Zscore tersebut, laboratorium akan dapat mengidentifikasi terjadinya masalah melalui apa yang disebut CCP (Critical Control Point) dari metode uji yang digunakan.
Contoh 1 :
Dalam UP pengujian protein menggunakan metode Kjeldahl, laboratorium memperoleh Zscore sebesar -3,5
Setelah diinvestigasi salah satu penyebabnya mungkin terjadi kebocoran pada alat destilasi sehingga tidak seluruh NH3 tertangkap dalam larutan asam borat yang kemudian dititrasi dengan HCL.
Apabila tidak seluruhnya NH3 tertangkap akibat kebocoran tadi maka hasil yang diperoleh lebih kecil dari seharusnya.
Contoh 2 :
Pada pengujian kadar logam menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (AAS), laboratorium memperoleh ZScore sebesar +7.
Setelah diinvestigasi oleh laboratorium kemungkinan penyimpangan positif disebabkan adanya kontaminasi dari alat gelas yang digunakan pada pengujian dengan Spektrofotmeter Serapan Atom (AAS).
Karena seperti kita ketahui jika kita menguji menggunakan Spektrofotmeter Serapan Atom (AAS), seluruh alat gelas yang digunakan harus selalu dibilas dengan asam / HNO3 6N karena dinding dalam perlatan gelas (misalnya yang digunakan analisa adalah labu ukur) mudah menyerap logam, terlebih apabila sebelumnya peralatan gelas tersebut digunakan untuk menyimpan stock solution dari logam dengan konsentrasi cukup besar.
Karena adanya penyerapan logam pada dinding gelas yang tidak bisa lepas dari dinding kalau alat tadi dicuci hanya menggunakan deterjen saja, maka apabila kemudian ke dalam peralatan gelas (contohnya : alat gelas labu ukur) dimasukkan hasil destruksi sampel maka hasil destruksi sampel yang bersifat asam akan melepaskan logam dari dinding gelas sehingga terjadilah peristiwa Leaching karena sampel yang kita masukkan ke dalam labu ukur tadi terkontaminasi oleh pengotor logam dari dinding gelas sehingga diperoleh hasil lebih besar dari seharusnya.
-
Unjuk Kerja Laboratorium yang Bersangkutan Dapat Dibandingkan Terhadap Unjuk Kerja Laboratorium Lain.
Pada tabel diatas dapat kita lihat kode laboratorium beserta Zscore nya masing-masing.
Dalam laporan UP seringnya diberikan tampilan grafik batang / histogram yang menunjukkan nilai z-score yang diperoleh masing-masing laboratorium.
-
- Kode lab 6 mempunyai batang histogram melebihi angka 2 yang berarti lab 6 mendapatkan tanda “$” yang berarti hasil ujinya mendapatkan kriteria “warning”.
- Kode lab 5 walaupun batang histogramnya cukup tinggi kearah negatif namun karena belum mencapai angka minus 2 maka belum mendapatkan kriteria “warning”.
- Kode Lab 22 mendapatkan tanda “$$” (sama dengan kode lab 17) dimana kriteria yang diberikan pada kode lab 17 dan 22 adalah outlier.
Nah dengan tampilan grafik seperti diatas maka laboratorium peserta UP dapat membandingkan batang histogram yang diperolehnya dengan batang histogram laboratorium lainnya.
-
Adanya Umpan Balik yang Bersifat Praktis Teknis bagi Laboratorium Bersangkutan
Misalnya :
Apabila PUP merupakan suatu laboratorium pusat yang menyelenggarakan UP untuk semua laboratorium binaan dibawahnya.
Sehingga dapat saja melalui UP dilakukan bimbingan teknis berupa praktek di meja laboratorium untuk laboratorium peserta yang mendapatkan katagori outlier.
Jadi bisa mendapatkan feedback yang praktis teknis bagi laboratorium peserta.
-
Merupakan Cara QC yang Baik pada Keadaan dimana Bahan Acuan atau Referensi Material Tidak Tersedia
Apabila suatu laboratorium tidak bisa membuktikan keakuratan datanya lewat penggunaan CRM, karena misalnya : CRM yang sesuai dengan keperluan laboratorium memang tidak tersedia atau CRM yang sesuai tersedia namun harganya sangat mahal sehingga laboratorium belum mampu membelinya maka laboratorium dapat membuktikan keakuratan datanya lewat keikutsertaan laboratorium dalam UP, dengan menunjukkan bahwa z-score yang diperolehnya < 2 atau > -2 atau secara umum dikatakan nilai |z-score| < 2.
-
Membantu Pelatihan Staff Laboratorium Peserta Uji Profisiensi
UP di laboratorium seperti melakukan pelatihan terhadap staf laboratorium tapi dalam hal ini pelatihannya adalah praktek karena langsung melakukan pengujian dan bukan pelatihan teori.
Apa yang harus dilakukan apabila ternyata laboratorium mendapatkan hasil tidak memuaskan?
Maka kita harus melakukan supervisi pada personil pengujian terkait oleh yang lebih senior, karena hasil uji yang dilakukannya masih kurang baik.
Sebaiknya laboratorium juga jangan memberikan contoh UP pada personil laboratorium yang paling kompeten karena laboratorium akan kehilangan kesempatan mengikut sertakan personil penguji yang diragukannya dalam ujian praktek.
Investigasi yang harus dilakukan sebagai akibat dari hasil yang tidak memuaskan memiliki kepentingan yang lebih besar dibandingkan hasil itu sendiri.
Jika laboratorium memberikan contoh uji profisiensi pada personil yang paling kompeten dengan harapan laboratorium mendapatkan kriteria sebagai laboratorium baik, kesempatan untuk ikut ujian bagi personilnya yang masih diragukan akan hilang dan secara kompetensi juga tidak bertambah.
Baca Juga : Program Upgrade Kompetensi dengan Training Kalibrasi
-
Menjaga Reputasi Laboratorium dari Hasil Uji yang Kurang Bermutu
Apabila laboratorium tidak menyadari telah terjadi kesalahan dalam pengujian yang dilakukannya maka setiap saat laboratorium akan menerbitkan laporan hasil uji atau sertifikat hasil uji yang tidak bermutu.
Dan jika ini berlangsung terus-menerus dalam jangka panjang reputasi buruk akan melekat pada laboratorium.
Keikutsertaan dalam UP akan membuat laboratorium dapat menyadari lebih dini akan kesalahannya dan dapat memperbaiki dengan segera sebelum reputasi buruk tadi diberikan pada laboratorium oleh pelanggan.
-
Meningkatkan Kompetensi atau Kemampuan Laboratorium
Melalui keikutsertaan dalam UP tentunya laboratorium akan berusaha meningkatkan kompetensinya lewat perolehan Z-score yang makin bertambah baik sejalan keikutsertaan laboratorium dari waktu ke waktu dalam UP berikutnya.
-
Mengurangi Pengulangan yang Tidak Perlu dalam Pengujian
Apabila laboratorium sedini mungkin dapat mengetahui kesalahannya dan kemudian berusaha menginvestigasi kesalahan tersebut dengan cara mencari akar masalah dari kesalahan yang terjadi, memperbaikinya dan melakukan tindakan pencegahan / preventif action agar kesalahan sama tidak terulang kembali di masa yang akan datang maka pengulangan pengujian akibat presisi yang tidak baik, kontrol sampel yang sering out of Control, hasil uji duplikat yang tidak dapat dirata-ratakan, atau juga pengulangan pengujian akibat komplain dari pelanggan pasti akan dapat dikurangi.
Baca Juga : Diagram Tulang Ikan Untuk Mengidentifikasi Akar Permasalahan
-
Menunjang Pemasaran Jasa Pengujian
Sertifikat keikutsertaan laboratorium dalam UP dengan hasil baik oleh kebanyakan laboratorium di frame diberi pigura digantungkan pada tempat penerimaan contoh dengan harapan pelanggan yang datang mengantarkan contoh / sampelnyanya akan bisa melihat dan membaca sertifikat tersebut sehingga secara tidak langsung ini merupakan cara pemasaran jasa pengujian yang tepat.
Supaya Manfaat Uji Profisiensi Maksimal
Nah kita sudah mengetahui manfaat-manfaat mengikuti UP. Untuk memaksimalkan manfaat tersebut, berikut ini adalah kiat-kiat dalam mengikuti uji profisiensi :
-
Penyimpanan Sampel Uji Profisiensi
Apa yang perlu diperhatikan oleh personil penguji pada saat laboratorium peserta menerima contoh uji profisiensi dan belum dapat dengan segera melakukan pengujian terhadap contoh tersebut?
Simpan dengan baik contoh sesuai dengan petunjuk yang diberikan PUP.
Ada kemungkinan contoh bisa disimpan pada temperatur kamar namun ada kemungkinan juga dia harus dimasukkan ke dalam refrigerator freezer atau bahkan deepfreeze dengan suhu minus -70 C atau mungkin ada petunjuk bahwa contoh harus dimasukkan ke dalam desikator laboratorium karena contoh tersebut mudah menyerap uap air dari udara ataupun ditaruh dalam ruang dengan kelembaban rendah dimana dalam ruang sudah dipasang dehumidifier.
-
Bagaimana Contoh Diuji?
Perhatikan kembali petunjuk untuk peserta yang diberikan PUP ada 2 kemungkinan :
- Sejumlah contoh uji profisiensi dapat langsung ditimbang atau dipipet untuk kemudian dilakukan pengujian terhadap cuplikan hasil timbangan atau hasil pemipetan tersebut.
- Namun ada pula contoh UP yang sebelum dapat ditimbang atau dipipet harus melalui perlakuan pendahuluan terlebih dahulu.
Misalnya :
Contoh Uji Profisiensi untuk pengujian logam dalam air yang umumnya perlu diencerkan terlebih dahulu sebelum diuji.
-
Metode Pengujian yang Digunakan
Contoh UP harus diuji menggunakan metode yang sudah laboratorium validasi atau verifikasi sehingga sudah diyakinkan mempunyai presisi dan akurasi yang baik dan apabila pada metode pengujian digunakan kurva kalibrasi, pastikan bahwa contoh UP dapat diukur pada daerah pengukuran yang linier.
Sekalipun metode yang dipakai sudah valid, laboratorium harus memastikan bahwa saat metode tersebut digunakan untuk menguji contoh uji profisiensi, metode tadi pun memberikan hasil uji yang cukup baik. Sehingga harus ada jaminan mutu data hasil uji contoh UP melalui penggunaan kontrol sampel dan control chart.
Kontrol Sampel
Kontrol sampel adalah sampel yang dipakai untuk mengontrol pekerjaan pengujian yang dilakukan laboratorium terhadap sampel sebenarnya, dimana dalam pembahasan ini sampel sebenarnya adalah contoh uji profisiensi.
Kontrol sampel harus dibuat dari sisa sampel yang terlebih dahulu dibuat homogen, dikemas dalam kemasan hanya untuk satu kali pengujian, ditetapkan nilainya dengan cara mengujinya minimal 7 ulangan menggunakan metode uji yang sudah tervalidasi atau terverifikasi.
Baca Juga : Kapan Melakukan Verifikasi dan Validasi Metode Analisis?
Dari 7 data hasil ulangan tersebut, hitung nilai rata-rata dan standar deviasi.
Kemudian nilai rata-rata diletakkan pada bagian tengah dari kertas grafik.
Kita menggunakan kertas grafik karena kertas grafik mempunyai skala atau kotak-kotak kecil yang jelas, satu kotak tersebut mewakili berapa angka sehingga kita dengan mudah meletakkan titik-titik hasil pengujian kontrol sampel.
Setelah itu letakkanlah berdasarkan nilai standar deviasi yang diperoleh :
- X rata-rata ± 1 standar deviasi
- X rata-rata ± 2 standar deviasi
- X rata-rata ± 3 standar deviasi
Dapat dilihat pada grafik tersebut dimana terdapat zona-zona yang diletakkan dimana zona yang paling berdekatan dengan X rata-rata adalah zona A, kemudian di atasnya adalah zona B dan di atasnya lagi ada zona C.
-
Peran Manajer Mutu
Umumnya dalam suatu laboratorium manajer mutu lah yang mendaftarkan laboratorium ikut serta dalam UP karena manajer mutu lebih berfokus akan mutu laboratorium yang dipimpinnya sehingga ada keinginan bagi manajer mutu untuk melihat apakah hasil uji yang dihasilkan laboratoriumnya baik adanya atau tidak.
Oleh karena itu manajer mutu pula yang akan menerima contoh dari PUP.
Satu hal yang harus diperhatikan adalah manajer mutu sebaiknya memperlakukan contoh uji profisiensi sama dengan contoh sehari-hari di laboratorium.
Jangan sampai contoh UP mendapat perlakuan istimewa, misalnya : manajer mutu membawa contoh uji profisiensi ke dalam laboratorium dan mengatakan kepada personil pengujiannya untuk lebih berhati-hati dalam memperlakukan contoh UP tersebut.
Sebaiknya kita menganggap contoh uji profisiensi adalah contoh sebagaimana yang diterima laboratorium sehari-hari, dengan demikian contoh UP tidak mendapat perlakuan istimewa dari personil pengujinya dan juga yang harus diperhatikan oleh manajer mutu, sebaiknya manajer mutu membagi dua contoh uji profisiensi yang diterimanya. Keduanya diberi kode yang berbeda dan dikirimkan ke laboratorium melalui bagian penerimaan contoh.
-
Pemeriksaan Data Hasil Uji
Setelah itu personil penguji akan menguji sampel UP dan pada saat hasil uji akan dikirimkan ke PUP, sebaiknya manajer mutu atau setidaknya manajer teknis memeriksa data yang dihasilkan laboratorium sebelum dikirimkan kembali ke PUP.
Apa saja yang harus diperiksa?
-
-
Presisi datanya
-
Seperti yang sudah diuraikan diatas dimana manajer mutu membagi 2 contoh sama yang diberi kode berbeda.
Dari dua contoh UP sama yang diberi kode berbeda, manajer mutu akan menerima 2 data hasil pengujian duplikat.
Presisi dapat dihitung dari nilai relatif persen different (RPD).
RPD = ((data 1 – data 2) / data rata-rata) x 100 %
Apabila % RPD < 0,67 CVHorwitz berarti presisi data hasil uji contoh uji profisiensi baik.
Faktor 0,67 didapatkan dari data duplikat yang tadi dikerjakan personil penguji di laboratorium dikerjakan oleh personil yang sama sehingga merupakan data ripitabilitas.
-
-
Akurasi data
-
Manajer mutu hendaknya meminta pada personil di laboratorium untuk memperlihatkan kontrol chart dan menunjukkan pada kontrol chart mana hasil uji kontrol sampel yang dianalisis bersamaan dengan contoh uji profisiensi.
Hasil uji kontrol sampel yang diuji bersamaan dengan contoh UP tidak boleh lebih besar dari X rata-rata + 3S atau lebih kecil dari X rata-rata – 3S
Apabila ini bisa dipenuhi maka manajer mutu dapat melanjutkan pemeriksaannya pada hal-hal lainnya.
Gambar diatas merupakan suatu kontrol chart dimana titik-titik tidak boleh terjadi.
Titik merah adalah hasil analisis kontrol sampel yang diuji bersamaan dengan contoh uji profisiensi jangan sampai menyentuh garis X rata-rata ± 3S atau bahkan melebihi dan kalau titik tadi jatuhnya di zona C artinya keadaannya “warning” dimana hasil uji terhadap kontrol sampel tidak jelek namun perlu menjadi perhatian.
Apabila hasil uji kontrol sampel terletak di zona C, hasil uji contoh UP jangan dilaporkan dulu pada PUP.
Manajer mutu harus meminta personil lab untuk menguji ulang hanya kontrol sampelnya saja.
Apabila ternyata pengujian ulang kontrol sampel jatuh ke zona B atau zona A maka hasil uji contoh UP yang semula dipending oleh manajer mutu dapat dilaporkan pada PUP.
Namun apabila ternyata pengujian ulang kontrol sampel jatuh di masih jatuh di zona C atau bahkan keluar dari zona C maka laboratorium perlu menginvestigasi terlebih dahulu akar penyebab masalah mengapa hasil uji tidak memberikan hasil baik, sebelum mengulangi kembali pengujian terhadap ke banyak contoh uji profisiensi dan kontrol sample bersamaan lagi.
Apabila hal ini terpenuhi / semua baik-baik saja maka besar kemungkinan laboratorium akan mendapatkan Z-score yang baik.
Baca Juga : Tugas Manajer Teknis dan Manajer Mutu di Dalam Laboratorium
Namun terkadang meskupun semua sudah dilakukan oleh laboratorium, misalnya : contoh UP sebelum diuji sudah disimpan dengan baik sesuai petunjuk yang diberikan PUP, metode pengujian yang dipakai menguji contoh UP sudah tervalidasi / terverifikasi dengan baik, hasil uji terhadap kontrol sampel yang diuji simultan bersamaan contoh uji tapi laboratorium masih dinyatakan outlier oleh PUP.
Kenapa hal ini bisa terjadi?
-
Penyebab Hasil Outlier
Kontrol Sampel dan Contoh UP Serupa Tapi Tak Sama
Perlu kita perhatikan bahwa kontrol sampel dan contoh uji profisiensi tidak 100 % sama, sehingga kemungkinan perbedaan datangnya dari matriks contoh UP.
Nah kalau hal diatas yang menjadi penyebab namun semua sudah selesai dilakukan, laboratorium sudah mendapatkan z-score, dan hasilnya outlier ataupun diperingati, maka laboratorium masih mempunyai kewajiban untuk menginvestigasi mengapa hasil tadi menjadi outlier atau diperingati.
Nah untuk memeriksanya kenapa laboratorium masih mendapatkan nilai z-score yang kurang baik, maka laboratorium bisa melakukan percobaan recovery terhadap contoh uji profisiensi dengan dasar pemikiran dimana contoh UP tidak 100% sama dengan kontrol sampel.
Jadi kontrol sampel menunjukkan titik yang tidak “Out of Control” tapi belum tentu yang terjadi dengan contoh uji profisiensinya.
Apabila laboratorium masih menyimpan contoh UP maka hal tersebut dapat kita kerjakan, namun jika laboratorium sudah tidak lagi menyimpan sisa contoh uji profisiensi misalnya sudah habis, maka laboratorium dapat membeli sisa contoh UP dari penyelenggaranya.
Lakukan Uji Recovery
Lakukanlah terhadap contoh UP Ini percobaan recovery dengan tahap :
- Menambahkan sejumlah diketahui analit pada contoh uji profisiensi dimana nanti hasil ujinya dinotasikan seabgai C1.
- Melakukan pengujian terhadap contoh UP yang sudah di “Spike” dimana nanti hasil ujinya dinotasikan sebagai C spike.
- Melakukan pengujian terhadap contoh UP saja, dimana nanti hasil ujinya dinotasikan sebagai C sampel.
Dari data-data diatas, kita dapat menghitung recovery dengan rumus sebagai berikut :
R (%) = ((Cspike -Csampel)/C1) x 100 %
Lakukan Uji T untuk Recovery
Dalam hal ini di dalam Uji T dengan
t recovery = |R – 1|/UR
H0 : |R – 1|/Ur < Ttabel
H1 : |R – 1|/Ur > Ttabel
Jika t hitung lebih kecil dari t tabel maka recovery tidak berbeda nyata dari 1
Namun jika t recovery > t-tabel maka nilai R berbeda nyata dari 1
Nilai 1 adalah recovery target
Recovery target bagi laboratorium adalah 100 % namun hal tersebut tidak mungkin terjadi karena terkadang recovery < 100 % atau > 100%.
Untuk nilai R dalam H0 & H1 tersebut bukanlah dengan satuan % karena angka 1 tersebut berasal dari 100 %.
- Misal : angka 0.85 untuk nilai 85 %.
Untuk Ur (U recovery) dihitung dari Sr / akar N.
Ur = Sr/Akar N
Jika kita melakukan percobaan recoverynya lebih dari 3 perulangan maka kita dapat menghitung berapa standar deviasi recovery dibagi dengan akar ulangannya.
Apabila R tidak berbeda nyata dari 1, tidak perlu dilakukan koreksi terhadap hasil uji sehingga hasil uji dilaporkan sebagaimana adanya. Dan sebaliknya jika ternyata kesimpulannya R berbeda nyata dari 1 maka perlu dilakukan koreksi terhadap hasil uji.
Sehingga pada investigasi yang dilakukan, hasil uji yang pernah dilaporkan dikoreksi dulu terhadap 100/R.
Apakah hasil uji tadi yang diberi kategori outlier bisa masuk dalam kumpulan hasil yang tidak outlier atau hasil yang baik.
Hal diatas adalah satu solusi untuk memeriksa apakah betul Atau tidak kejadian dimana kontrol sampel sudah baik tapi hasil UP dinyatakan tidak baik yang diduga penyebabnya adalah ketidaksamaan matrix antara kontrol sampel dengan contoh uji profisiensi.
Semoga Bermanfaat
Oya, ada channel youtube yang video-videonya sangat menarik jika teman-teman bekerja di laboratorium pengujian. Silakan kunjungi langsung melalui link berikut :