Mungkin memang sudah beberapa kali kami menulis artikel mengenai pengukuran, kali ini kita akan kembali belajar mengenai pengukuran atau tepatnya ketidakpastian pada pengukuran tunggal dan berulang namun dengan bahasa yang / sudut pandang yang berbeda.
Harapannya tentunya bisa menambah wawasan bagi penulis sendiri ataupun bagi teman-teman yang sedang belajar terkait dengan pengukuran.
Kenapa?
Karena hal ini merupakan dasar, sangat penting, terlebih jika di pekerjaan kita bertanggung jawab sebagai analis laboratorium, teknisi di suatu laboratorium jasa kalibrasi, bagian enginering di suatu perusahaan, dll.
Kita akan kesulitan memahami mengenai sumber ketidakpastian, tipe A atau tipe B, ketidakpastian baku, dan bentangan jika konsep dasar pengukuran tersebut belum kita pahami.
Baik sebelum kita membahas mengenai kesalahan pada pengukuran tunggal dan berulang sekilas kita pahami terlebih dahulu mengenai parameter yang biasa dimiliki oleh alat ukur.
Parameter Alat Ukur
Tentunya teman-teman sudah tidak asing lagi dengan pengadaan alat ukur / peralatan laboratorium, karena hal tersebut merupakan bagian dari tata kelola laboratorium dimana alat ukur yang sudah turun kinerjanya sebaiknya memang dilakukan penggantian.
Dalam aktifitas pengadaan terebut tentunya ada spesifikasi khusus yang teman-teman persyaratkan agar sesuai dengan peruntukan tujuan pengukuran di laboratorium.
Nah bagi teman-teman yang belum pernah melakukan pengadaan alat ukur, parameter-parameter berikut ini paling tidak bisa menjadi acuan dalam melakukan pembelian.
-
Ketepatan atau Akurasi
Ketepatan atau akurasi menyatakan seberapa tepat angka yang terbaca pada alat ukur dengan nilai besaran berdasarkan teori yang diukur.
Alat ukur dengan ketepatan tinggi akan menunjukkan angka yang terbaca sama atau sangat dekat dengan nilai sebenarnya dari besaran yang diukur. Semakin nilai yang ditunjukkan mendekati besaran yang diukur maka alat ukur tersebut semakin memiliki ketepatan tinggi.
Sebaliknya jika nilai yang ditunjukkan pada alat ukur sangat jauh dengan nilai besaran yang diukur maka ketepatan yang dimiliki oleh alat ukur tersebut adalah rendah.
Untuk memahami hal diatas kita berikan ilustrasi dengan perbandingan berikut :
Contoh 1
Misalkan besaran listrik yaitu resistansi dengan nilai berdasarkan teori yang tertulis di resistor yaitu 470 ohm, pada saat kita ukur dengan menggunakan alat ukur yaitu multi meter / avometer yang memiliki ketepatan tinggi menunjukkan nilai 469 ohm.
Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur tersebut membaca nilai yang mendekati dengan nilai secara teori dan bisa dikatakan alat ukur ini memiliki ketepatan yang tinggi.
Contoh 2
Misalkan alat ukur yang memiliki ketepatan rendah nilai berdasarkan teori yaitu 470 Ohm, ketika dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur maka ditunjukkan yaitu 420 ohm.
Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang ditunjukkan alat ukur jauh dengan nilai besaran berdasarkan teori.
Jika kita bandingkan dengan alat ukur yang memiliki ketepatan tinggi pada contoh 1 dimana didapatkan hasil 469 ohm maka nilai tersebut sangat mendekati dengan nilai dari besaran secara teori yaitu 470 Ohm.
Sedangkan pengukuran pada contoh 2 mendapatkan nilai 420 Om dimana nilai tersebut jauh dengan besaran berdasarkan teori.
Kesimpulannya :
Alat yang memiliki ketepatan tinggi akan menunjukkan angka yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya bahkan sama dengan nilai sebenarnya dari besaran yang diukur.
-
Ketelitian atau Presisi
Ketelitian menyatakan seberapa dekat nilai bacaan alat ukur jika digunakan untuk mengukur suatu besaran secara berulang-ulang.
Alat ukur dikatakan teliti jika alat ukur tersebut digunakan secara berulang-ulang hasil pembacaan dari pengukuran yang pertama, kedua, ketiga, keempat, dst didapatkan nilai bacaan yang masing-masing nilainya sangat dekat atau mendekati antara satu dengan yang lainnya.
Contoh :
Misalnya ada alat ukur dengan ketelitian tinggi dan juga ketepatan yang tinggi.
Alat ukur ini ketika digunakan untuk mengukur besaran resistansi dengan nilai yaitu 470 Ohm maka didapatkan nilai pengukuran :
- Pengukuran 1 = 469 ohm
- Pengukuran 2 = 469 ohm
- Pengukuran 3 = 470 ohm
- dst
Dari pengulangan pengukuran diatas nilainya adalah konsisten yaitu antara satu dengan yang lainnya menunjukkan nilai yang sangat mendekati. Inilah yang dimaksud dengan ketelitian atau kepresisian dari alat ukur.
Perlu diketahui bahwa alat ukur dengan ketelitian tinggi belum tentu mempunyai ketepatan tinggi karena mungkin saja alat ukur ini mempunyai kesalahan sistematik.
Misalnya :
Alat ukur memiliki ketelitian tinggi namun ketepatannya rendah digunakan untuk mengukur besaran yaitu resistansi yang nilainya 470 Ohm.
Dari hasil pengukuran didapatkan :
- Pengukuran 1 = 402 ohm
- Pengukuran 2 = 403 ohm
- Pengukuran 3 = 402 ohm
Hasil pengukuran diatas jika kita lihat, alat ukur tersebut memiliki ketepatan rendah, namun ketika alat ukur tersebut digunakan untuk mengukur secara berulang-ulang mempunyai ketelitian tinggi.
Dimana nilai yang ditunjukkan pada alat ukur tersebut adalah konsisten atau satu dengan yang lainnya memiliki nilai pembacaan yang mendekati.
Walaupun demikian alat ukur ini dikatakan tidak memiliki ketepatan tinggi karena hasil dari pembacaan ini menunjukkan bahwa selisih antara besaran yang diukur dengan yang ditampilkan sangat jauh.
Kesimpulan :
Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang memiliki ketinggian tinggi dan juga ketepatan yang tinggi.
-
Resolusi
Resolusi adalah perubahan terkecil nilai besaran listrik yang dapat ditanggapi oleh alat ukur.
Resolusi ini juga disebut dengan skala terkecil yang dapat ditunjukkan alat ukur.
Contoh :
Misalkan alat ukur dengan resolusi tinggi digunakan untuk mengukur resistansi 470 ohm dan didapatkan hasil pembacaan alat ukur dengan resolusi tinggi yaitu 469,65 ohm dimana resolusinya adalah 0,01 ohm.
Jika kita bandingkan dengan alat ukur yang memiliki resolusi rendah maka didapatkan hasil pengukuran yaitu 469 ohm, resolusinya adalah 1 ohm.
Jika kita bandingkan antara alat ukur yang pertama dengan yang kedua maka kita bisa lihat bahwa alat ukur yang pertama memiliki resolusi yaitu 0,01 ohm sedangkan alat ukur kedua resolusinya adalah 1 ohm.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa alat ukur yang pertama dengan resolusi 0,01 tentunya mempunyai resolusi lebih lebih tinggi dibandingkan dengan alat ukur yang kedua.
-
Kepekaan atau Sensitifitas
Kepekaan adalah menyatakan perbandingan kecepatan penunjukan hasil pengukuran atau tanggapan suatu alat ukur terhadap perubahan besaran yang diukur / seberapa cepat alat ukur tersebut menanggapi perubahan pada besaran yang diukur.
Alat yang memiliki kepekaan tinggi akan memberikan tanggapan atau respon yang cepat jika besaran yang diukur berubah.
Contoh :
Alat ukur A memiliki kepekaan tinggi dimana alat ukur ini digunakan untuk mengukur besaran voltase dari 0 volt s/d 1 volt, maka perubahan nilai voltase tersebut akan segera ditampilkan atau ditanggapi oleh alat ukur sehingga penunjukannya segera menunjukkan nilai sesuai dengan perubahan dari besaran yang diukur.
Misalkan kita naikkan tegangan ke 0.5 volt maka alat ukur segera menampilkan yaitu 0.5 volt.
Kemudian kita coba naikkan besaran yang diukur maka hasil penunjukan juga dengan cepat mengalami perubahan atau tanggapannya sangat cepat terhadap perubahan besaran yang diukur.
Hal diatas merupakan ilustrasi dari suatu alat ukur dengan kepekaan tinggi.
Namun, ketika alat ukur digunakan untuk mengukur voltase dari 0 s/d 1 volt, ketika besaran berubah dari 0 ke 0,5 volt, alat ukur tersebut sangat lambat / delay dalam merespon perubahan dari besaran yang diukur maka bisa dikatakan alat ukur terebut kepekaannya rendah.
Tentunya alat ukur dengan kepekaan tinggi lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang kepekaannya rendah.
Faktor yang Mempengaruhi Pengukuran
Seperti kita ketahui bahwa dalam pengukuran ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran, antara lain :
-
Cara melakukan pengukuran
Cara melakukan pengukuran bisa memberikan pengaruh terhadap hasil pengukuran, tentunya cara pengukuran yang benar akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan cara pengukuran yang salah.
-
Alat ukur yang digunakan
Seperti yang telah kita uraikan diatas, dimana ada 4 parameter alat ukur yang dapat mempengaruhi hasil dari pengukuran.
Tentunya alat ukur yang memiliki ketepatan tinggi akan berbeda hasilnya dengan alat ukur yang memiliki ketepatan rendah, demikian juga dengan parameter-parameter lainnya yang tentunya itu akan mempengaruhi terhadap hasil pengukuran.
-
Operator
Operator / Pelaku yang melakukan pengukuran juga mempengaruhi hasil pengukuran. Tentunya orang yang memiliki kemampuan, memiliki pemahaman terhadap cara pengukuran yang tepat, cara pembacaan yang tepat, cara penggunaan alat ukur yang tepat akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan pelaku atau orang yang melakukan pengukuran yang tidak memahami bagaimana cara melakukan pengukuran yang benar, cara membaca pengukuran yang benar, dst.
-
Lingkungan
Lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap hasil pengukuran. Lingkungan bisa berupa kebisingan, panas, interferensi, dan dst.
Oya jika teman-teman ingin memahami lebih dalah terkait dengan pengertian pengukuran berikut dengan contoh-contohnya, bisa dipelajari juga di link berikut :
Baca Juga : Pengertian Pengukuran Dalam Ilmu Fisika Beserta Contohnya
Hal-hal diatas adalah beberapa contoh faktor yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran tersebut akan mempengaruhi ketidakpastian pengukuran atau kesalahan dalam pengukuran.
Ketidakpastian Dalam Pengukuran
Suatu hasil pengukuran selalu mengandung ketidakpastian atau kesalahan karena dalam setiap pengukuran memungkinkan terjadi gangguan, baik kepada objek ukur maupun pada alat ukur, baik kepada besaran yang diukur maupun kepada alat yang digunakan untuk mengukur.
Maka hampir dapat dipastikan tidak ada hasil ukur yang nilainya tepat sama dengan nilai sebenarnya.
Oleh karena itu nilai hasil ukur ini tidak berupa sebuah nilai tunggal melainkan berupa nilai rentang.
Maka ketidakpastian pengukuran ini dirumuskan sebagai :
X = X0 ± ΔX
Dimana:
X adalah nilai besaran yang diukur
X0 adalah hasil pengukuran
ΔX adalah ketidakpastian
3 Macam Ketidakpastian dalam Pengukuran
Ketidakpastian dikelompokkan ke dalam 3 macam :
- Ketidakpastian umum atau gross error
- Ketidakpastian sistematik atau sistematik errors
- Ketidakpastian acak atau random error
-
Ketidakpastian Umum atau Gross Error
Ketidakpastian umum / gross error adalah ketidakpastian yang disebabkan karena keterbatasan pada pengamat saat melakukan pengukuran.
Jadi gross error ini biasanya disebabkan oleh human error, contoh :
-
- Kesalahan dalam membaca alat ukur.
Sangat dimungkinkan sekali pengamat melakukan kesalahan dalam membaca alat ukur. Jika pengamat tersebut tidak memahami bagaimana cara membaca alat ukur yang benar, baik itu pada alat ukur digital maupun alat ukur analog.
-
- Penyetelan yang tidak tepat
Pengamat yang melakukan pengukuran ketika tidak memahami bagaimana cara melakukan penyetelan atau kalibrasi terhadap alat ukur maka sangat dimungkinkan sekali penyetelan yang dilakukan salah atau tidak tepat sehingga hasil yang ditampilkan ini akan mengandung ketidakpastian atau mengandung kesalahan.
-
- Pemakaian alat ukur yang tidak sesuai
Misalkan : Alat ukur tegangan DC digunakan untuk mengukur tegangan AC atau tegangan AC diukur dengan menggunakan alat ukur tegangan DC dan juga sebaliknya tegangan DC diukur dengan menggunakan voltmeter AC, hal ini akan menyebabkan terjadinya kesalahan dalam pengukuran. Contoh lain yang mungkin sering terjadi di lapangan adalah kesalahan operasional pengukuran arus listrik dengan tang ampere karena kurang terlatihnya teknisi / operator.
Baca Juga : Tang Ampere Kyoritsu 2055 (Clamp Meter) : Bagaimana Spesifikasinya?
-
Ketidakpastian Sistematik atau Systematic Errors
Ketidakpastian sistematik disebabkan oleh kekurangan yang dimiliki oleh alat ukur itu sendiri, misalnya :
-
- Adanya kerusakan alat ukur
- Usia atau lama pemakaian sehingga menyebabkan bagian-bagian alat ukur aus atau kesalahan di titik nol pada alat ukur. Misalkan alat ukur yang sudah tidak bisa dikalibrasi lagi sehingga mengalami kesalahan titik nolnya.
-
Ketidakpastian Acak atau Random Error
Ketidakpastian acak adalah kesalahan atau ketidakpastian yang tidak disengaja diakibatkan oleh sebab-sebab yang tidak dapat segera diketahui karena perubahan-perubahannya terjadi secara acak, contoh :
-
- Adanya pengaruh lingkungan berupa getaran yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran.
- Adanya fluktuasi tegangan yang menyebabkan kesalahan dalam pengukuran
- Adanya radiasi gelombang elektronik yang menyebabkan terjadinya kesalahan pengukuran
Baca Juga : Perbedaan Kesalahan Sistematis dan Kesalahan Acak dalam Analisa
Ketidakpastian Hasil Pengukuran Tunggal dan Berulang
Ketidakpastian hasil pengukuran secara umum dibagi menjadi dua macam :
- Ketidakpastian hasil pengukuran tunggal
- Ketidakpastian hasil pengukuran berulang.
Ketidakpastian Hasil Pengukuran Tunggal
Pengukuran tunggal adalah pengukuran yang dilakukan hanya satu kali saja, apapun itu alasannya.
Hasil pembacaan skala yang dapat diketahui dengan pasti adalah hanya sampai kepada skala terkecilnya saja selebihnya adalah hanya terkaan atau taksiran.
Hal ini menyebabkan pengukuran tunggal pantas diragukan.
Pengukuran tunggal ini dirumuskan dengan :
X = X0 ± ΔX
Dimana
X adalah nilai besaran yang diukur
X0 adalah hasil pengukuran
ΔX adalah ketidakpastian atau kesalahan
Contoh :
Pengukuran tunggal tegangan AC diperoleh nilai sebesar 16 volt, skala terkecil yang dapat dibaca alat ukur adalah 0,1 volt.
Maka hasil pengukuran tunggal adalah sebagai berikut :
X = X0 ± ΔX
Dimana
ΔX adalah 1/2 dari skala terkecil
ΔX = 1/2 x 0.1 = 0.05 V
maka :
X = X0 ± 1/2 dari skala terkecil
Maka hasil pengukuran tunggal diatas adalah :
X = 16 ± 0.05 Volt
-
Ketidakpastian Hasil Pengukuran Berulang
Hasil pengukuran dan ketidakpastian pengukuran berulang ditentukan berdasarkan semua hasil ukur yang telah diperoleh. Pengolahan data hasil pengukuran berulang meliputi :
- Nilai rata-rata
- Simpangan terhadap nilai rata-rata
- Simpangan rata-rata atau average deviation
- Deviasi standar
Peungukuran berulang adalah pengukuran yang dilakukan secara berulang dan tidak cukup hanya satu kali
Adapun ketidakpastian pengukuran berulang harus ditentukan berdasarkan semua hasil ukur yang telah diperoleh, tidak hanya ditentukan pada salah satu atau beberapa dari hasil pengukuran yang diperoleh.
-
- Nilai Rata-Rata Pengukuran
Bagaimana mencari nilai rata-rata pada pengukuran berulang?
Nilai rata-rata merupakan jumlah dari seluruh nilai dari data pengukuran yang diperoleh kemudian dibagi dengan banyaknya data pengukuran.
Nilai rata-rata besaran X yang diukur sebanyak N kali pengukuran dinyatakan dalam persamaan dibawah ini :
Dimana :
X bar adalah nilai rata-rata
Xi adalah Pengukuran ke-i
N adalah Banyaknya pengukuran
-
- Simpangan Terhadap Nilai Rata-Rata
Simpangan atau deviasi terhadap nilai rata-rata ini adalah selisih antara nilai hasil pengukuran dengan nilai rata-rata yang sudah kita dapatkan dari sejumlah hasil pengukuran pada pengukuran berulang.
Simpangan terhadap nilai rata-rata bisa bernilai positif atau negatif atau nol.
Simpangan terhadap nilai rata-rata ini dinyatakan dalam rumus :
di = xi – xbar
Dimana :
di adalah simpangan terhadap nilai rata-rata
Xi adalah pengukuran ke-i
X bar adalah nilai rata-rata
-
- Simpangan Rata-Rata
Simpangan rata-rata adalah rata-rata jarak antara nilai-nilai data pengukuran menuju rata-ratanya.
Simpangan rata-rata ini dinyatakan dalam persamaan :
Dimana :
d adalah Simpangan rata-rata
|d| adalah harga mutlak simpangan terhadap nilai rata-rata
N adalah banyaknya pengukuran
-
- Deviasi Standar atau Simpangan baku
Deviasi Standar adalah statistik yang mengukur penyebaran kumpulan data relatif terhadap nilai rata-rata dan dihitung sebagai akar kuadrat dari varian.
Deviasi standar ini dinyatakan dalam persamaan :
Dimana :
SD adalah deviasi standar
di adalah simpangan terhadap nilai rata-rata
N adalah banyaknya pengukuran
Baca Juga : Pengenalan Estimasi Ketidakpastian Pengujian Pada Laboratorium
Contoh Pengukuran Berulang Terhadap Sebuah Besaran
Misalnya pada suatu pengukuran besaran tegangan AC 12 volt dan diperoleh data pengukuran berulang seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel pengukuran diatas menunjukkan bawah pengukuran dilakukan sebanyak 10 kali.
Kita akan mencari :
- Nilai rata-rata
- Simpangan terhadap nilai rata-rata
- Simpangan rata-rata dan
- deviasi standar dari pengukuran tersebut
Menghitung Nilai Rata-Rata
Nilai rata rata didapatkan dari persamaan :
Maka didapatkan X bar adalah
Maka didapatkan nilai x bar yaitu nilai rata-rata sebesar 12,28 volt
Nilai tersebut adalah nilai rata-rata yang didapatkan dari hasil pengukuran tegangan AC 12 volt yaitu berdasarkan pengukuran pertama s/d pengukuran terakhir yaitu pengukuran ke-10
Menghitung Simpangan Terhadap Rata-Rata
Simpangan terhadap nilai rata-rata sebagaimana yang ditampilkan dalam hasil pengukuran pada tabel dari pengukuran pertama hingga pengukuran ke-10 didapatkan nilai rata-rata yaitu X bar = 12,28 volt
Maka kita bisa cari simpangan terhadap nilai rata-rata dengan rumus :
di = Xi – Xbar
di1 adalah pengukuran ke-1 atau X1 dikurangi Xbar atau nilai rata-rata maka didapatkan nilai 12,4 volt – 12,28 volt = 0,12 volt
- di2 = X2 – Xbar (12,7 volt – 12,28 volt = 0,42 volt)
- di3 = (X3 – Xbar) (11,9 volt – 12,2 8volt = -0,38 volt)
- dst
Jika dirangkung maka hasilnya adalah seperti pada tabel dibawah ini :
Seperti yang sudah disampaikan di awal bahwa nilai deviasi terhadap nilai rata-rata bisa berharga positif maupun berharga negatif dan juga bisa bernilai nol.
Menghitung Simpangan Rata-Rata
Sebagaimana dalam perhitungan tadi, dalam mencari simpangan terhadap nilai rata-rata atau Di didapatkan nilai di yaitu seperti pada tabel dibawah :
Simpangan rata-rata dapat dicari berdasarkan persamaan:
Didapatkan hasil D = 3,44 volt dibagi 10 maka hasil dari simpangan rata-rata adalah 0,344 volt.
Ini adalah hasil perhitungan simpangan rata-rata yang didasarkan pada hasil perhitungan pada simpangan terhadap nilai rata-rata.
Jika simpangan rata-rata ini digunakan untuk menyatakan hasil pengukuran berulang maka hasil pengukuran berulang ini adalah 12,28 ± 0.334 V (nilai rata-rata yang kita dapatkan ± nilai simpangan rata-rata)
Karena nilai terkecil yang mampu dibaca pada hasil pengukuran adalah 0,1 volt maka hasil pengukuran ini menjadi 12,3 ± 0,3 volt. Dimana nilai tersebut adalah hasil pembulatan yaitu 12,28 menjadi 12,3 dan 0,344 vol menjadi 0,3 volt.
Menghitung Deviasi standar
Deviasi standar ini dapat dicari dari rumus :
Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Dan hasil perhitungan didapatkan nilai deviasi standar yaitu 0,204 Volt
Jika deviasi standar ini digunakan untuk menyatakan hasil pengukuran berulang maka didapatkan hasil pengukuran berulang yaitu 12,28 yaitu nilai rata-rata ditambah dengan deviasi standar yaitu 0,204 volt
Maka hasil pengukuran berulang berdasarkan deviasi standar menghasilkan nilai yaitu 12,28 ± 0,204 Volt
Karena nilai terkecil yang mampu dibaca pada pengukuran adalah 0,1 volt maka hasil pengukuran ini menjadi 12,3 ± 0,2 volt
Dimana nilai tersebut adalah nilai pembulatan dari 12.28 ± 0,204 volt
Semoga Bermanfaat
Referensi Belajar :