Analisis Kadar Abu Metode “Dry Ash” Dengan Tanur Laboratorium

Analisis Kadar Abu Metode “Dry Ash” Dengan Tanur Laboratorium

Ketika berbicara mengenai bahan pangan, tentunya untuk memastikan mutunya kita memerlukan melakukan beberapa analisa, misalnya : analisa kandungan air, analisa uji stabilita, analisa kadar abu, dll. Kali ini kita akan mengulas mengenai analisis kadar abu pada bahan pangan khususnya untuk metode “dry ash” dimana metode ini masih banyak digunakan karena relafit murah tanpa memerlukan bahan kimia, peralatan laboratorium yang digunakan juga cukup umum yaitu tanur laboratorium sebagai peralatan utamanya.

Pengertian Abu / Ash

kadar abu adalah

Abu atau dalam bahasa inggris biasa disebut dengan “ash” merupakan residu bahan-bahan inorganic yang masih tertinggal setelah proses pembakaran atau proses oksidasi secara sempurna dari bahan-bahan organik di suatu produk pangan sehingga sudah tidak ada lagi atom “karbon” nya. Seperti kita ketahui, untuk bahan-bahan organik adalah bahan-bahan yang mengandung karbon seperti karbohidrat, protein, lemak, dll.

Kita menyebut bahan-bahan inorganic tersebut dengan istilah mineral, misalnya : kalsium, besi, magnesium, dll.

Pada analisis kadar abu ini sebenarnya kita sedang menentukan total mineral yang ada di dalam bahan pangan. Kata kuncinya di sini adalah “total mineral” Jadi bukan kandungan mineral tertentu tapi totalnya.

Jadi bisa disimpulkan bahwa kadar abu adalah residu bahan-bahan inorganik setelah kita lakukan ignitions atau pembakaran. Dimana yang tertinggal hanya merupakan total dari kandungan mineral yang ada di bahan pangan.

Proses pengabuan tidak hanya dilakukan untuk menentukan kadar abu atau menentukan total mineral. Proses pengabuan juga merupakan tahapan pertama / persiapan sampel untuk analisis spesifik mineral tertentu.

Jadi kalau kita hanya ingin mengetahui total mineralnya saja maka kita bisa menganalisis kadar atau total abu. Namun kalau kita ingin mengetahui secara spesifik berapa sih kadar zat besinya (misalnya) ? Maka kita harus menganalisis zat besinya itu sendiri, salah satu caranya adalah dengan metode pengabuan.

Tujuan Metode Pengabuan

Tujuan dari metode pengabuan adalah :

  1. Untuk menentukan kadar abu
  2. Untuk persiapan sampel penentuan kadar mineral spesifik

Beberapa Metode Pengabuan

Metode pengabuan dibagi menjadi tiga metode yaitu :

  • Dry ashing atau pengabuan kering

Dry ashing ini digunakan baik untuk mendapatkan total Abu atau kadar abu dan juga sebagai persiapan sampel untuk analisis kadar mineral spesifik.

  • Wet ashing atau pengabuan basah.

Wet ashing dilakukan terutamanya untuk persiapan sampel analisis kadar mineral spesifik, jadi bukan untuk penentuan kadar Abu atau total mineral.

  • Microwave ashing atau pengabuan dengan menggunakan microwave.

Microwave asing ini sebenarnya juga menggunakan antara dry ashing atau Wet ashing tapi dengan bantuan microwave.

Persiapan Sampel Untuk Analisis Kadar Abu

Untuk sampel yang sudah kering dari awalnya seperti biji-bijian, sereal, sayur-sayuran yang sudah dikeringkan tidak perlu dilakukan preparasi atau perlakuan khusus, namun untuk bahan-bahan yang mengandung air yang cukup tinggi, seperti sayuran fresh yang masih mengandung kadar air besar dari 15% maka perlu kita keringkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengabuan.

Untuk produk-produk yang mengandung tinggi lemak, tinggi gula juga perlu untuk dikeringkan terlebih dahulu. Untuk yang tinggi lemak tersebut lemaknya perlu di ekstrak terlebih dahulu. Untuk mengekstrak lemak bisa dengan menggunakan soklet atau direndam di pelarut organik.

Untuk analisis kadar lemak menggunakan soklet tidak akan menyebabkan sampel rusak. Nah sampel dari analisis kadar lemak metode soklet ini bisa digunakan untuk sampel analisis kadar abu karena sampelnya sudah bebas lemak dan juga sudah kering, jadi tidak perlu kita lakukan dari awal lagi.

Kenapa sampel yang mengandung banyak air, lemak, dan gula perlu perlakuan khusus terlebih dahulu?

Karena lemak dan air ketika kita lakukan pengabuan kering pada suhu yang sangat tinggi maka akan berpeluang memercik. Nah jika ada percikan di dalam tanur laboratorium maka kita akan kehilangan sebagian dari sampel.

Untuk gula masalahnya adalah bahan tersebut akan membentuk foam atau busa kalau mengandung air. Nah ketika membentuk busa maka bisa meluap dari wadah cawan tempat sampel dan kita juga bisa kehilangan sampel.

Sehingga produk-produk yang tinggi lemak dan gula maka airnya perlu kita hilangkan terlebih dahulu dan untuk produk yang tinggi lemak maka lemaknya juga perlu kita hilangkan.

Juga perlu diperhatikan juga pada saat preparasi sampel adalah kita harus hati-hati terhadap kontaminasi dari alat-alat laboratorium yang digunakan, misalnya kalau sampelnya mau dihancurkan dengan grinder dengan blender atau alat lainnya untuk membuat tepung atau bubuk.

Karena sebagian alat-alat laboratorium menggunakan bahan-bahan metal dimana metal tersebut atau mineral yang ada di alat tersebut bisa berpindah ke sampel sehingga seolah-olah kadar abu sampel menjadi lebih tinggi, atau bisa juga kontaminasi tersebut dari alat gelasnya dimana alat gelas umumnya terbuat dari silika dimana silika merupakan bahan inorganik atau mineral. Nah jika ada bagian dari gelas yang degradasi ke sampel maka juga bisa menimbulkan error atau kesalahan pada analisis.

Untuk preparasi ketika kita menggunakan metode pengabuan basah yang menggunakan air maka air yang digunakan itu harus air yang sudah terdistilasi atau aquades yang sudah bebas dari mineral. Jadi bukan air biasa karena air biasa itu masih mengandung beberapa mineral. Dan jika kita gunakan air biasa untuk analisis maka mineral yang ada di air tersebut akan terbawa ke dalam sampel.

Pengabuan Kering / Dry Ash

tanur laboratorium

Merupakan metode yang paling sering kita gunakan untuk melakukan analisis kadar abu atau untuk menentukan total mineral yang ada di bahan pangan. Prinsipnya pengabuan kering adalah kita bakar sampel di dalam tanur laboratorium / furnace laboratorium pada suhu yang sangat tinggi yaitu sekitar 500 – 600 °C.

Jadi pada awal-awal pemanasan sekitar suhu 100 °C maka air dan senyawa-senyawa yang mudah menguap akan menguap. Ketika suhu meningkat menjadi 200 °C terus meningkat 300 °C hingga 500 °C maka senyawa-senyawa organik akan terbakar. Senyawa organik tersebut antara lain, protein, lemak, karbohidrat akan terbakar menjadi gas-gas seperti karbondioksida, nitrogen.

Nah karena air, senyawa volatil, dan juga senyawa-senyawa organik tersebut hilang terbakar, maka yang tersisa itu adalah mineral atau senyawa senyawa inorganik.

Untuk metode dry ashing ini sampel dimasukkan ke dalam suatu wadah dimana wadah tersebut harus tahan panas karena tidak mungkin kita menggunakan wadah plastik dan kita masukkan ke dalam tanur pada suhu 500 – 600 °C karena plastik pasti akan terbakar. Salah satu yang paling sering digunakan di laboratorium adalah cawan porselin karena harganya yang relatif murah.

Penandaan Sampel Pada Uji Kadar Abu Kering “Dry Ash”

Penandaan sampel juga perlu diperhatikan, mengingat di dalam tanur laboratorium tersebut bisa kita taruh beberapa sampel di dalamnya sehingga perlu diperhatikan cara memberikan kode sampel supaya tidak tertukar sampel satu dengan yang lainnya.

Nah kalau kita hanya menuliskan menggunakan spidol / kertas label maka ketika sampel dipanaskan pada suhu 500 °C  dan 600 °C maka spidol / kertas label tersebut akan terbakar. Jadi kita tidak bisa menggunakan tinta biasa atau kertas untuk menandai sampel.

Biasanya kita Beri tanda dengan pulpen atau yang ujungnya baja digores pada cawannya untuk memberikan tanda.

Keuntungan dan Kekurangan Metode Pengabuan Kering

Keuntungan dari metode pengabuan kering ini adalah ederhana karena sampelnya tinggal kita bakar saja di dalam tanur laboratorium, tidak butuh regent / bahan kimia apapun.

Namun mempunyai kekurangannya yaitu beberapa elemen seperti besi, Pb, Hg rentan / beresiko untuk menguap pada saat kita panaskan didalam tanur laboratorium sehingga kita kehilangan beberapa mineral, kalau kadarnya tidak terlalu besar untuk analisis kadar abu tidak menjadi masalah, Namun ini akan menjadi masalah ketika kita menggunakan metode pengabuan ini untuk mendapatkan sampel untuk analisis kadar mineral lanjutan / kadar mineral spesifik.

Misalnya kita mau spesifik menganalisis kadar Fe dan kita gunakan pengabuan kering selama pembakaran didalam tanur laboratorium Fe-nya menguap sehingga akan menjadi masalah yaitu kita kehilangan sampel yang kita inginkan.

Kekurangan lain dari metode pengabuan kering “dry ash” ini adalah membutuhkan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 12 -1 8 jam sampel kita bakar didalam tanur laboratorium.

Yang juga perlu diperhatikan adalah karena ini Suhunya sangat tinggi 500 – 600 °C biasanya untuk awalnya kita masukkan sampel dalam kondisi dingin, terus pada saat dikeluarkan juga tidak langsung dikeluarkan pada suhu yang sangat tinggi melainkan kita turunkan dulu suhunya sekitar 200 °C setelah itu baru kita ambil sampelnya.

Nah mengambil sampelnya juga jangan sekali-kali pakai tangan karena tanur laboratorium masih sangat panas maka minimal kita pakai menggunakan penjepit dan kalau bisa dilengkapi dengan sarung tangan.

Prosedur Dry Ashing

Berikut ini adalah tahapan dalam uji kadar abu kering “dry ashing” :

  1. Pertama-tama kita timbang dulu cawannya yang bersih dan kering (W1)
  2. Tambahkan sampel 5 gram s/d 10 gram tergantung sampelnya (W2), jika sampel banyak mengandung mineral, maka berat 5 gram saja sudah cukup, tapi kalau sampel sedikit mineralnya mungkin kita perlu sampel yang lebih banyak, misalnya : 10 gram. Pengambilan sampel pada kegiatan penimbangan ini bisa menggunakan bantuan alat spatula laboratorium.
  3. Kalau sampelnya juga mengandung air yang tinggi maka kita harus keringkan terlebih dahulu, kalau misalnya sampelnya berlemak maka lemaknya juga harus hilangkan.
  4. Masukkan cawan ke dalam tanur laboratorium, sebaiknya tanur tersebut masih dalam kondisi dingin atau belum mencapai suhu ratusan°C supaya lebih aman dan juga tidak terjadi syok temperatur tiba-tiba dari yang diluar suhunya hanya sekitar 25 – 30 °C terus masuk ke tanur langsung 500 °C itu bisa shock dan bisa terjadi percikkan-percikkan
  5. Bakar dia selama 12 – 18 jam atau kadangkala ditinggal saja semalaman pada suhu sekitar 550 °C.
  6. Setelah selesai matikan tanur laboratorium tersebut terus diamkan dulu sampai suhunya cukup rendah sekitar 250 °C, lalu gunakan penjepit atau dan juga sarung tangan untuk mengambil cawannya. Jadi tanur laboratorium tersebut suhunya harus rendah tapi jangan kita biarkan sampai betul-betul dingin sampai suhu ruang karena dikhawatirkan menyerap uap air yang ada di udara. Jadi masih agak panas dan langsung masukkan ke dalam desikator laboratorium.
  7. Biarkan sampel pada desikator tersebut mencapai suhu ruang.
  8. Lakukan penimbangan (W3), proses ini perlu diulang sampai W3 nya itu konstan / tidak berubah lagi

Perhitungan Kadar Abu

perhitungan kadar abu

% Ash = (W3-W1)/(W2-W1) x 100 %

Dimana :

% Ash = (W3-W1)/(W2-W1) x 100 %

kadar Abu merupakan :

W3 = berat setelah diabukan

W1 = berat cawan kosong

W2 = berat cawan + sample

Perlu diperhatikan juga untuk mengetahui apakah proses pengabuan sudah selesai atau belum yaitu dari warnanya. Kalau masih berwarna hitam kemungkinan besar masih banyak karbonnya, yang artinya masih ada bahan organik di dalamnya. Tapi kalau dia sudah putih atau abu-abu maka proses pengabuan tersebut sudah selesai.

Semoga Bermanfaat.