Beberapa Penyebab Kesalahan Pada Hasil Pengujian

Beberapa Penyebab Kesalahan Pada Hasil Pengujian

Hasil pengujian yang tertuang di dalam sertifikat pengujian merupakan produk akhir dari laboratorium. Tentunya hasil yang absah dan valid merupakan keinginan semua pihak, baik itu dari sisi laboratorium maupun konsumen. Namun terkadang terjadi beberapa kesalahan yang menyebebabkan hasil pengujian tersebut tidak absah dan valiid.

Nah pada kesempatan kali ini akan dibahas cara menginvestigasi sumber-sumber kesalahan pengujian di laboratorium. Kesalahan pada pengujian di laboratorium dapat berasal dari :

  1. Sampel
  2. Sub Sammpel
  3. Sarana dan lingkungan laboratorium
  4. Metode uji
  5. Peralatan atau instrumen yang digunakan
  6. Bahan kimia yang digunakan

Yuk kita belajar bersama terkait dengan hal-hal diatas :

Sumber Kesalahan Dari sampel

hal yang menyebabkan kesalahan analisa

Kesalahan dari sampel dapat disebabkan karena sampling yang dilakukan tidak representative atau tidak mewakili.

Pengambilan contoh untuk analisis laboratorium memang tidak mudah, misalnya : dalam suatu aktivitas pengambilan sampel tanah, maka setiap jengkal tanah dalam ruasan tertentu pasti memiliki sifat yang berbeda, padahal contoh tanah yang diambil di lapangan harus mewakili area atau luasan tertentu tadi.

Contoh yang tidak representative selalu berakibat merugikan karena hasil uji yang diterbitkan laboratorium menjadi tidak andal atau absah.

Oleh karena itu laboratorium harus melaksanakan teknik sampling secara benar. Desain atau rancangan sampling yang dibuat laboratorium akan menentukan besar kecilnya ketidakpastian asal sampling.

Sumber kesalahan yang berasal dari sampel juga dapat disebabkan karena kesalahan dalam mengambil contoh. Misalnya : Pada pengujian kandungan Pb (timbal) dalam limbah elektroplating, yang dilakukan laboratorium adalah menyaring limbah tersebut tanpa mengikutsertakan endapan yang ada padahal mungkin sebagian besar Pb (timbal) justru berada dalam bagian yang berupa padatan.

Baca Juga : Metode Pengambilan Sampel Bahan Baku Pada Industri Farmasi

Sumber kesalahan lain yang juga berasal dari sampel adalah disebabkan karena masalah homogenitas dari sampel. Dengan kata lain sampelnya sendiri sulit dibuat homogen.

Misalnya : kita mengambil cuplikan sampel air dari satu botol yang berisikan sampel air yang kurang homogen karena pada bagian atas permukaan air ada lapisan tipis minyak, sedangkan pada bagian bawah ada endapan yang mengendap, dan pada bagian tengah terlihat ada endapan yang berterbangan sepanjang botol tersebut.

Bagaimana cara mengambil sampel yang representative apabila laboratorium dihadapkan pada jenis sampel seperti diatas?

Cara yang paling ideal mungkin adalah cari suatu wadah yang cukup besar kemudian tuangkan semua yang ada dalam botol ke dalam wadah tersebut, dan putar perlahan sampel air tersebut dengan magnetic stirrer laboratorium sehingga lapisan minyak yang ada diatas, endapan yang ada di bawah serta juga endapan ringan dapat bercampur dengan baik sambil perlahan-lahan terus diaduk, pipet sejumlah tertentu cuplikan untuk keperluan analisis.

Sumber kesalahan lain yang berasal dari sampel adalah penyimpanan dan pengawetan sampel yang tidak benar.

Seperti kita ketahui bahwa sampel air harus diawetkan dengan asam. Kesalahan dapat juga terjadi apabila sampel tidak disimpan dalam lemari es ataupun cold room (jika memang jumlah sampelnya cukup banyak) dan misalnya : sampel untuk analisa vitamin dapat menimbulkan kesalahan apabila disimpan dalam wadah tembus cahaya karena vitamin mudah terurai oleh cahaya.

Oleh karena itu sebaiknya sampel untuk analisa vitamin ditempatkan dalam botol laboratorium yang berwarna coklat atau amber.

Sumber kesalahan dari sampel juga dapat berasal dari gangguan matriks sampel terhadap pengujian. Dan untuk menghilangkan gangguan dari matriks sampel terhadap pengujian, pada pengujian harus dilakukan koreksi terhadap blanko contoh atau blanko sampel

Blanko contoh adalah matriks contoh tanpa analit

Jadi apabila kita melakukan pengujian terhadap blanko contoh, kita akan melihat apakah ada respon yang dihasilkan yang bukan berasal dari analit. Apabila ternyata ada, maka harus dijadikan koreksi terhadap respon yang dihasilkan oleh sampel.

Sumber Kesalahan Dari Sub Sampel

perbedaan sampel dan sub sampel

Berikut ini adalah perbedaan antara sampel dan sub sampel.

  • Sampel berasal dari proses sampling di lapangan, misalnya sampel air sungai adalah satu jerigen air sungai yang diambil dari sungainya.
  • Sub sampel adalah bagian dari sampel yang diambil untuk keperluan pengujian yang sering disebut sebagai cuplikan.

Contoh : proses sub sampling adalah mengambil 25 mili liter air sungai untuk keperluan pengujian sebagaimana yang tercantum dalam Instruksi Kerjanya.

Sumber Kesalahan dari Sub Sampel Dapat Disebabkan karena :

  • Sampel yang diterima laboratorium belum memenuhi syarat sebagai sampel analitik atau sampel untuk dapat segera di analisis karena belum memiliki homogenitas yang memadai sehingga belum dapat langsung ditimbang atau dipipet.

Untuk keperluan pengujian terkadang harus terlebih dahulu dilakukan, misalnya di “grinding” atau dijadikan butir-butir partikel yang cukup kecil sehingga pada saat mencuplik dapat diperoleh cuplikan yang mewakili sampel sebenarnya.

  • Teknik yang tepat dalam mencuplik sample akan menentukan keterwakilan cuplikan yang di uji terhadap sampelnya.
  • Laboratorium seyogyanya mempunyai teknik sampling yang tepat untuk sampel tidak hanya yang berupa padatan tapi juga berupa cairan atau gas.

Jika sub sampel tidak mewakili sampel aslinya maka data hasil uji menjadi bias atau tidak akurat

Sumber kesalahan Dari Sarana dan Lingkungan Laboratorium

 

Hal ini dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain :

  • Pengaruh Suhu

pengaruh suhu pada hasil uji

Misalnya : pada analisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi, suhu dapat mempengaruhi waktu retensi komponen dan suhu juga berpengaruh terhadap garis dasar atau baseline dari HPLC.

Jika dalam suatu pengujian diperlukan kurva kalibrasi maka suhu juga berpengaruh terhadap validitas kurva kalibrasi apabila pengukuran larutan baku atau deret standar dilakukan pada suhu yang berbeda dengan pengukuran larutan sampel.

Contoh : kurva kalibrasi disiapkan dalam waktu yang berbeda dengan waktu pengukuran sampel.

Suhu juga bisa mempengaruhi pengukuran volume larutan terutama untuk pelarut organik, karena koefisien muai volume dari pelarut organik dua kali lebih besar dari koefisien muai volume air maka suhu sangat berpengaruh pada pengukuran volume pelarut organik.

Baca Juga : Beberapa Alat Ukur Suhu Yang Sering Digunakan Dalam Industri

  • Pengaruh Kelembaban Udara

pengaruh kelembabab tinggi

Selain pengaruh suhu, lingkungan laboratorium juga dapat menyebabkan kesalahan karena adanya pengaruh kelembaban dimana kelembaban berpengaruh terhadap larutan karena larutan dapat kehilangan air atau kelembaban berpengaruh terhadap bahan kimia yang higroskopis yang mudah menyerap air.

  • Pengaruh Tegangan Listrik

tegangan listrik tidak stabil

Sumber kesalahan lain yang berasal dari sarana dan lingkungan laboratorium dapat terjadi karena pengaruh tegangan listrik, contohnya : tegangan listrik akan berpengaruh pada suhu oven, inkubator, ataupun peralatan furnace laboratorium.

Apabila tegangan turun suhu akan turun, akibatnya hasil analisis kadar air yang dilakukan dalam oven atau hasil pengukuran viskositas karena terpengaruh banyak oleh suhu maka hasil analisa akan menjadi kurang tepat.

  • Ruangan Tidak Kompatibel

ruangan laboratorium berantakan

Sumber kesalahan pada hasil pengujian juga dapat disebabkan karena pengujian dilakukan dalam ruangan yang tidak kompatibel.

Dapat dilihat seperti pada gambar diatas dimana ruangan laboratorium sangat berantakan, sarung tangan (safety gloove, botol reagen, botol semprot kimia tidak tertata dengan rapi.

Ruangan untuk pengujian yang tidak kompatibel sebaiknya dibuat terpisah, sebagai contoh : jika kita sedang menganalisis residu pestisida dalam pangan, maka ruangan untuk menguji residu pestisida harus dibuat terpisah dari ruang analisis komponen lainnya misalnya : komponen proksimat, kadar air, kadar abu, kadar lemak, dll.

Bahkan peralatan gelas kimia untuk keperluan analisis residu pestisida harus disediakan tersendiri jangan sampai digunakan untuk keperluan analisis lainnya.

Apabila hal ini tidak diperhatikan kemungkinan akan muncul ghost peak atau puncak hantu, puncak yang sangat besar pada kromatogram yang bukan disebabkan oleh analit dari residu pestisidanya tapi puncak itu berasal dari kontaminan dari peralatan gelas tadi.

Ruang untuk analisa unsur renik, misalnya : kontaminan logam dalam air harus terpisah dari ruang untuk analisis major komponen (misalnya : analisa logam dalam mineral) dimana kandungan logam dalam mineral tentunya sangat tinggi sedangkan kontaminan logam dalam air punya konsentrasi yang sangat rendah

Ruangan yang tidak kompatibel dapat diilustrasikan dengan instrumen dari kromatografi cair kinerja kinerja tinggi yang diletakkan berdampingan dengan instrumen GC yang memancarkan panas karena pada GC ada penggunaan oven kolom.

Adanya panas yang memancar dari instrumen GC dapat menyebabkan komposisi pelarut yang digunakan sebagai eluen pada HPLC menjadi terpengaruh, misalnya : kita sedang menggunakan lwn kandungan metanol air 80 : 10. Apabila di dekat instrument tadi ada panas maka komposisi metanol dan air bisa menjadi mungkin mula-mula 75 : 25 kemudian 70 : 30 dst.

Hal ini menyebabkan kondisi operasi kromatografi menjadi tidak stabil

Sumber kesalahan Dari Metode Uji

graphite furnace aas

Kesalahan pengujian dapat bersumber dari kesalahan dalam memilih metode. Metode yang dipilih seharusnya “Fit For Purpose” sesuai dengan maksud pengujiannya.

Misalnya : Pengujian kandungan logam yang kecil dalam air seyogyanya dilakukan dengan instrumen spektrofotometer serapan atom (AAS) dan bukan dengan metode gravimetri atau titrasi.

Penentuan kandungan logam yang seharusnya menggunakan graphite furnace AAS atau ICP karena kandungannya rendah akan menimbulkan kesalahan apabila dilakukannya menggunakan AAS nyala atau flame AAS.

Jangan sampai laboratorium mempunyai metode sapujagat dimana satu metode digunakan untuk pengujian Fe (besi) tidak peduli matriks yang ada sebagai sampel.

Metode pengujian Fe dalam mineral besi harus dibedakan dari metode pengujian Fe dalam tepung terigu.

Metode pengujian besi dalam mineral dapat dilakukan dengan metode gravimetri atau titrasi namu metode pengujian Fe dalam tepung terigu harus dilakukan menggunakan spektrofotometer serapan atom, bahkan apabila kandungan Fe dalam tepung terigu tadi berasal bulir-bulir gandumnya mungkin tidak dapat dilakukan dengan AAS biasa, namun harus digunakan kalau tidak graphite furnace AAS atau ICP.

Selain itu instruksi kerja metode harus diikuti dengan benar. Kesalahan dapat terjadi karena instruksi kerja metode tidak dilakukan secara konsisten.

Sumber kesalahan dari metode uji bisa juga terjadi karena kesalahan dalam menerapkan metode ujinya. Dalam hal ini bisa terjadi kehilangan analit pada pengujian, sebagian analit menguap atau mengurai karena terdapat kesalahan dalam menangani pengujian tersebut.

Sumber Kesalahan Dari Peralatan atau Instrumen

pembebanan lebih pada neracca

Sumber kesalahan ini bisa disebabkan karena kalibrasi peralatan dan instrumen yang tidak dilakukan sebagaimana mestinya.

  • Laboratorium harus mengkalibrasikan peralatannya ke layanan laboratorium kalibrasi terakreditasi.
  • Jadwal re kalibrasi perlu ditentukan disesuaikan dengan beban kerja alat atau instrumen tadi. Hal tersebut dapat diketahui melalui apa yang disebut pemeriksaan antara, misalnya : pengecekan antara neraca.
  • Pada penggunaan neraca juga harus diperhatikan kondisi keseimbangan antara suhu dan kelembaban dari sampel yang ditimbang dengan neraca yang digunakan.
  • Pemanasan instrumen sebelum instrumen tersebut dipakai juga perlu dilakukan sampai mencapai stabilitas yang memadai.
  • Jangan melakukan pengukuran diluar daerah kerja alat atau instrumen.
  • Jangan melakukan pengukuran apabila baseline belum stabil.
  • Pengukuran yang dilakukan antara standar dan sampel hendaknya tidak terlalu jauh jarak waktunya.
  • Jangan memberi beban kerja berlebihan pada peralatan atau instrumen.
  • Sesudah selesai digunakan perlakukan peralatan dan instrument sebagaimana mestinya.
  • Pemeliharaan dan pengecekan instrumen harus dilakukan secara berkala sebagai upaya untuk mencegah kerusakan dan menjaga agar instrumen tetap baik kinerja.

Sumber kesalahan Dari Bahan Kimia Yang Digunakan

sumber kesalahan dari bahan kimia

Personil laboratorium harus memilih penggunaan bahan kimia dengan tepat, yang perlu diketahui adalah bahan kimia tersedia dengan berbagai tingkat kualitas atau grade berbeda, mulai dari tingkat kualitas paling tinggi hingga yang terendah, antara lain :

  • Primary standar atau standar primer yang mempunyai nilai purity atau kemurnian yang sangat tinggi. Hal ini dinyatakan dalam sertifikat analisis, misalnya : puritynya lebih besar dari 99,9% atau 99,999 %.
  • SRM (Standard Reference Material), CRM (Certified Reference Material), RM (Reference Material), bahan acuan primer, dan bahan acuan sekunder.
  • Pereaksi PA atau Pro analysis yang mempunyai kadar impurity atau pengotor yang diketahui dari analisis yang dinyatakan dalam satuan % atau ppm.
  • USP (US Pharmacopeia), reference standar yang umumnya berupa bahan obat-obatan yang memiliki nilai kemurniaan tertentu.
  • Pure standar atau sering disebut disingkat dengan chemically pure yang mempunyai kemurniannya tinggi tapi pernyataan mutunya hanya dinyatakan secara kualitatif.
  • Purified standar (Practical Grade) yang biasanya digunakan untuk keperluan sintesa dan kadang-kadang perlu dimurnikan lebih lanjut.
  • Technical grade yang kemurniannya sangat bervariasi.

Untuk keperluan pengujian yang biasanya dipakai kalau tidak standart primer SRM, CRM, atau RM, bahan acuan primer, dan bahan acuan sekunder pereaksinya pro analisis dan juga pada laboratorium uji di bidang obat-obatan digunakan USP Reference standar.

Bahan-bahan tersebut diatas biasanya dapat dipakai langsung tanpa dicek terlebih dahulu

Dalam hal-hal tertentu perlu dicek, misalnya dengan cara membandingkannya dengan yang sebelumnya sudah pernah dipakai di laboratorium atau melakukan treatment khusus misalnya :

  • Apakah bahan itu dikeringkan dulu pada 105 °C untuk menghilangkan airnya?
  • Apakah dilakukan pengukuran blanko ataupun dilakukan pengukuran atau analisis khususnya untuk pelarut yang digunakan pada kromatografi ataupun spektroskopi dan pelarut yang digunakan pada analisis unsur renik (untuk trace dan ultratrace analysis)
  • Treatment khusus bisa juga berupa melakukan destilasi terlebih dahulu terhadap pelarut yang akan dipakai.

Misalanya : pada saat melakukan penetapan lemak total dari bahan pangan, untuk menghemat biaya analisis biasanya laboratorium menggunakan bukan pelarut murni tapi ingin menggunakan pelarut technical grade.

Contohnya : Heksan atau petrolium eter teknis mempunyai data didalam spesifikasinya berapa residu “after evaporation” dari pelarutan. Misalnya residu “after evaporation” tertulis didalam spesifikasinya X % maka artinya dari setiap 100 mili pelarut yang dipakai akan terdapat X gram residu.

Padahal kita tahu bahwa pada penetapan kadar lemak, maka lemak diekstraksi oleh pelarut tersebut. Lemaknya akan larut didalam pelarut dan tahap selanjutnya adalah pelarutnya diuapkan sehingga yang tertinggal hanya lemaknya saja.

Nah apabila digunakan technical grade dengan residu “after evaporation” dalam jumlah tertentu, maka dari berapa banyaknya pelarut yang digunakan akan dapat dihitung berapa gram residu akan tertimbang bersama lemak yang diperoleh dari bahan pangan yang diuji tadi.

Setelah itu baru kita perbandingkan apakah sekian gram residu “after evaporation” berpengaruh besar atau tidak terhadap lemak yang terkumpul dari proses ekstraksi.

Kalau dianggap bahwa banyaknya residu “after evaporation” berpengaruh terhadap berat lemak yang akan diperoleh maka sebaiknya pelarut technical grade yang akan dipakai didestilasi dulu sebelum digunakan untuk mengekstraksi lemak. Dengan demikian destilat pelarut tidak lagi mengandung residu “after evaporation”

larutan standar baku

Sumber kesalahan tadi memang tidak dapat dihindarkan akan tetapi untuk mencegah kesalahan yang berasal dari bahan kimia dapat diperhatikan tips berikut ini :

  • Catat tanggal pertama kali botol dibuka
  • Catat waktu kadaluarsa atau expired date dari bahan tersebut
  • Tutup rapat-rapat untuk mencegah pengaruh dari luar selama bahan kimia disimpan
  • Bahan yang sudah dikeluarkan jangan dimasukkan kembali kedalam botol, karena kalau memasukkan kembali sisa dari bahan akan memberikan kontaminasi pada sisa bahan dalam botol.
  • Ingat selalu status kestabilan bahan kimia karena pengaruh suhu, Sinar, kelembaban, bakteri, maupun lama penyimpanan. Lamanya penyimpanan memungkinkan terjadinya hidrolisa atau dekomposisi dari bahan kimia.

Selain dari bahan kimia, sumber kesalahan dapat pula berasal dari larutan baku yang dibuat atau digunakan pada pengujian.

Untuk membuat larutan baku gunakanlah bahan standar yang sesuai. Gunakan kualitas atau grade tertinggi yang dapat laboratorium peroleh.

Dalam proses standarisasi larutan perlu diperhatikan kemungkinan terjadinya kesalahan hitung atau kemungkinan terjadinya kesalahan analisis, misal : pada titrasi terjadi kesalahan dalam penentuan titik akhir titrasi apabila digunakan indikator.

Jangan sampai titik akhir titrasi terlewati terlalu jauh sehingga diperlukan keterampilan khusus untuk menetapkan titik akhir titrasi secara tepat.

Selain itu suhu yang berbeda antara waktu standarisasi dengan waktu larutan standar digunakan untuk keperluan titrasi contoh juga bisa dapat merupakan sumber kesalahan. Jadi suhu hendaknya dijaga kurang lebih sama di antara waktu standarisasi dengan waktu pada saat larutan hasil standarisasi tadi dipakai untuk keperluan pengujian contoh.

Kemungkinan juga terjadi perubahan larutan baku terhadap waktu, Apakah akibat penguapan pelarutnya atau pengaruh udara CO2 atau O2. CO2 dapat berpengaruh pada pelarut hasil standarisasi NaOH. Jadi pelarutan NaOH yang sudah distandarisasi apabila terkena CO2 bisa membentuk Na2CO3.

Juga pengaruh bakteri dan jamur untuk misalnya standar dari amonium nitrat dan natrium tiosulfat.

Untuk hal ini perlu sewaktu-waktu dilakukan standarisasi ulang.

Dalam upaya mencegah terjadinya kesalahan pada pembuatan larutan baku sebaiknya tugaskan pembuatan larutan standar kepada personel khusus yang diberi tugas hendaknya menyimpan rekaman atau catatan pembuatan larutan standar agar traceable, mudah tertelusur.

Rekaman terdiri dari cara pembuatan bahan yang dipakai tanggal dibuat dan proses standarisasinya.

Periksa kembali standarisasi yang dilakukan orang pertama oleh orang kedua.

Untuk itu perlu dilakukan standarisasi ulang apabila hasilnya telah memadai bubuhkan label dan juga pada standarisasi gunakan neraca dan peralatan volumetri yang sudah terkalibrasi atau minimal terverifikasi dan jangan menggunakan suhu yang berbeda antara waktu standarisasi dengan waktu larutan standar digunakan untuk keperluan penetapan contoh.

Semoga Bermanfaat.

Referensi :

Pojok Laboratorium Channel

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *